DENPASAR, BALINEWS.ID – Ramai di media sosial soal iuran donasi ASN Pemprov Bali untuk korban banjir. Polemik tersebut mencuat setelah beredar informasi tentang besaran donasi yang disesuaikan dengan jabatan dan penghasilan pegawai.
Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra, dalam siaran persnya, Kamis (18/9/2025), menegaskan bahwa gerakan ini murni lahir dari empati dan kepedulian. “Pegawai dipersilahkan untuk bergotong royong lebih dari acuan, sesuai acuan, lebih rendah dari acuan, atau bahkan tidak ikut bergotong royong karena bersifat sukarela,” ujarnya.
Imbauan dari Gubernur Bali menjadi dasar penggalangan dana ini, dengan pedoman besaran donasi yang disesuaikan dengan jabatan dan penghasilan. Gubernur menyumbang Rp50 juta, Wakil Gubernur Rp25 juta, dan Sekda Rp3 juta. Besaran berikutnya juga diatur untuk pejabat eselon, jabatan fungsional, guru, kepala sekolah, hingga pegawai pelaksana dan PPPK, yang berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp2,5 juta.
Hingga kini, donasi yang berhasil terkumpul mencapai Rp2,53 miliar, dengan Rp390 juta sudah disalurkan kepada korban banjir. Dana ini digunakan untuk membantu keluarga yang kehilangan anggota, rumah yang rusak, hingga sarana pencaharian yang terdampak.
Tak berhenti di situ, Dewa Indra menambahkan, dana gotong royong juga dipersiapkan untuk mengantisipasi bencana di musim hujan mendatang, mengingat BMKG memprediksi puncaknya akan terjadi pada November 2025 hingga Februari 2026.
Meski demikian, kebijakan ini juga menuai kritik dari sebagian masyarakat. Mereka menilai, meski disebut sukarela, adanya pedoman nominal berdasarkan jabatan membuat donasi terkesan seperti kewajiban.
Kritik lainnya menyebut, pemerintah seharusnya bisa lebih mengoptimalkan dana APBD atau anggaran penanggulangan bencana, sehingga tidak membebani ASN dengan iuran yang bisa terasa berat bagi pegawai golongan bawah.
Menanggapi hal itu, Sekda Dewa Indra menegaskan kembali bahwa tidak ada paksaan dalam donasi ini. Ia menekankan, gotong royong ASN justru memungkinkan Pemprov Bali bertindak cepat memberi bantuan, tanpa harus menunggu mekanisme panjang yang berlaku jika hanya mengandalkan APBD. “Inisiatif ini untuk memperkuat solidaritas, bukan membebani,” pungkasnya. (*)