DENPASAR, BALINEWS.ID -Penutupan sementara pabrik milik warga negara Rusia yang berdiri di kawasan hutan lindung Tahura Ngurah Rai, Bali, menuai kritik. Langkah Satpol PP Bali ini dinilai belum menyentuh akar persoalan dan hanya sebatas tindakan administratif.
Ketua LSM Gerakan Solidaritas Sosial Bali (GASOS), Lanang Sudira, menilai tindakan tersebut tidak cukup. Ia mendesak agar kasus ini diproses secara hukum karena ada dugaan pelanggaran pidana.
“Kalau hanya ditutup sementara, itu sama saja lipstik pencitraan. Jangan sampai aparat cuma cari aman di depan kamera,” tegas Lanang (19/9/25).
Lanang juga menyoroti ketimpangan hukum. Ia membandingkan kasus ini dengan warga kecil yang langsung dipenjara karena menebang mangrove untuk kebutuhan pribadi.
“Kenapa pabrik besar milik asing cuma ditutup sementara? Di mana keadilannya? Hukum jangan tajam ke bawah, tumpul ke atas,” ujarnya.
Lebih jauh, Lanang mempertanyakan munculnya sertifikat tanah di kawasan hutan negara, yang menurutnya menjadi indikasi adanya praktik mafia tanah.
“Bagaimana mungkin ada sertifikat di kawasan konservasi? Ini bukan sekadar salah urus, tapi bisa jadi permainan mafia tanah,” katanya.
GASOS mendesak semua pihak, mulai dari Gubernur, Dinas Kehutanan, Satpol PP, hingga aparat hukum, untuk tidak berhenti pada penutupan sementara. Ia menegaskan pentingnya proses hukum hingga ada sanksi pidana terhadap pelaku.
“Kalau tidak ditindak tegas, ini jadi preseden buruk. Bali bisa rusak oleh bisnis ilegal,” tutur Lanang.
Saat ini, publik menunggu apakah kasus ini akan benar-benar dibawa ke ranah hukum atau hanya berhenti sebagai simbol pencitraan pemerintah.
“Harus ada hukuman. Kalau tidak, berarti negara kalah oleh kepentingan segelintir orang,” pungkasnya. (TimNewsYess)