JAKARTA, BALINEWS.ID – Selama lebih dari tiga dekade, nama DR.Drs. Arya Bagiastra telah dikenal luas di dunia aktuaria, hukum, asuransi, dan manajemen. Namanya harum di Jakarta, tempat ia meniti karier sebagai aktuaris publik, konsultan hukum, dan akademisi.
Namun kini, ia memutuskan untuk kembali ke Bali, bukan untuk beristirahat, melainkan untuk ngayah, mengabdi kepada adat, budaya, dan masyarakat leluhurnya.
Sejak memulai kariernya di luar Bali pada 1989, Arya telah mengumpulkan berbagai gelar dan prestasi, termasuk gelar Doktor Hukum cum laude. Meski sukses secara profesional, ia merasa terpanggil untuk pulang dan mengabdi. Panggilan batin dan rasa tanggung jawab terhadap warisan budaya Bali menjadi alasan utama keputusannya.
“Sudah waktunya saya kembali. Setelah 36 tahun di perantauan, kini saatnya ngayah. Ini bukan sekadar tugas sosial, tapi bentuk penghormatan kepada leluhur dan desa adat,” tuturnya dengan haru.
Kini, Arya aktif dalam Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Forum Gerakan Adat Senusantara (FORGAS), dan Aliansi Kebhinekaan Bali. Ia melihat ngayah bukan sebagai kewajiban semata, tapi sebagai jalan hidup yang menjaga keharmonisan Bali.
Walau mengantongi lisensi dan pengalaman di berbagai bidang, Arya tetap rendah hati. Menurutnya, semua gelar dan jabatan hanyalah alat untuk berkontribusi lebih besar bagi masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya memadukan ilmu modern dengan nilai-nilai lokal. Bagi Arya, ilmu aktuaria dan hukum harus berjalan beriringan dengan kearifan adat untuk menciptakan kehidupan yang seimbang.
Kini, Arya telah memilih jalan pengabdian. Ia ingin menutup perjalanan panjang hidupnya dengan pelayanan sosial dan spiritual: dari pura ke banjar, dari desa ke forum adat. Ia ingin dikenal bukan hanya lewat prestasi, tapi juga melalui jejak ngayah yang ditinggalkannya untuk Bali dan generasi mendatang.
“Prestasi boleh dimiliki, tapi kebanggaan sejati adalah saat kita bisa kembali memberi. Menjaga adat dan tetap rendah hati dalam ngayah,” tutupnya. (*)