Hujan Saat Kemarau, BMKG Sebut Indonesia Alami Kemarau Basah

Share:

Ilustrasi kemarau (sumber: unsplash)

NASIONAL, Balinews.id – Meskipun Indonesia secara kalender sudah berada di musim kemarau, beberapa daerah justru masih sering diguyur hujan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kondisi ini sebagai kemarau basah.

Dikutip dari Kompas.com, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengatakan kemarau basah terjadi ketika hujan masih cukup sering turun meskipun seharusnya sudah musim kemarau. Biasanya musim ini ditandai dengan cuaca panas dan langit cerah, namun kali ini kelembapan udara tetap tinggi sehingga hujan masih terjadi.

“Kemarau basah adalah fenomena tidak biasa yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil,” ujar Guswanto.

BACA JUGA :  Siap-Siap! Nanti Malam Gerhana Bulan "Blood Moon" Bisa Diamati dari Indonesia

BMKG mencatat ada beberapa faktor atmosfer yang memicu terjadinya kemarau basah tahun ini. Di antaranya adalah adanya sirkulasi siklonik di wilayah Indonesia, pengaruh fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Low Frequency. Kondisi-kondisi ini membuat awan hujan tetap terbentuk dan menghasilkan hujan meskipun secara umum sudah masuk musim kemarau.

Fenomena ini tidak dialami secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Daerah yang paling terdampak adalah yang memiliki pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. “Terutama wilayah yang pola hujannya monsunal, yaitu di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” katanya. Pola hujan monsunal biasanya ditandai dengan dua musim yang jelas: musim hujan dan kemarau, dengan satu puncak masing-masing dalam setahun. Namun, tahun ini pola itu terganggu karena hujan tetap turun saat musim kemarau.

BACA JUGA :  Paus Baru Telah Dipilih, Jadi Paus Pertama dari AS

BMKG memperkirakan kondisi kemarau basah ini akan berlangsung sampai Agustus 2025. Setelah itu, Indonesia akan memasuki masa peralihan atau pancaroba antara September hingga November, sebelum musim hujan diperkirakan datang kembali pada Desember 2025 hingga Februari 2026.

Fenomena ini bisa berdampak pada berbagai sektor, salah satunya pertanian. Pola tanam bisa terganggu karena para petani biasanya mengandalkan musim untuk menentukan waktu tanam dan panen. Selain itu, lingkungan juga bisa terdampak, termasuk risiko banjir di daerah yang tidak siap menghadapi curah hujan di tengah musim kemarau. (*)

BACA JUGA :  Dampak Efisiensi Anggaran, MK Hanya Bisa Bayar Gaji Pegawai hingga Mei 2025

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Lainnya

NASIONAL, BALINEWS.ID – Aparatur sipil negara (ASN) kini tak lagi harus terpaku bekerja dari kantor. Melalui terbitnya Peraturan...

BADUNG, BALINEWS.ID – Tiga warga negara Australia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan di sebuah vila kawasan Badung,...

NASIONAL, Balinews.id – Yovie Widianto, musisi kenamaan Indonesia, kini resmi ditunjuk sebagai komisaris PT Pupuk Indonesia. Penunjukan ini...

DENPASAR, Balinews.id – Beberapa hari terakhir, media sosial diramaikan dengan unggahan sejumlah warganet yang mengeluhkan kerusakan serupa pada...

Breaking News

Berita Terbaru
BK
HIV
ABK
Teh
LPG
SIM
PNS
NTT
STT
PBB
PON
Bir
PMI
DIY
SBY
BCL
Art
SMP
PAW
IKN
PHK
NIK
USG
Pil
ATM
atv
DPR
AHY
kos
PSN
IU
PKB
ASN
KPK
BNN
PAD
TKP
KAI
SEO
BSN
Tas
lpd
5km
Run
Sar
UKT
tni
bkk
PLN
api
KTP
KEK
MoU
Kue
WNA
PMK
BPS