KARANGASEM, BALINEWS.ID – Konten kreator Komang Ardat, menegaskan pentingnya menjaga tradisi mesidikaran (persaudaraan) yang telah diwariskan turun-temurun. Menurutnya, tradisi ini tidak boleh punah hanya karena pergeseran nilai atau kebiasaan baru yang dianggap lebih praktis.
Komang Ardat menyinggung kebiasaan memberi amplop saat menghadiri undangan adat maupun keluarga. Menurutnya, ada sebagian orang yang hanya memberikan nominal kecil, sementara biaya penyelenggaraan acara bisa sangat besar.
“Bukan Komang Ardat saja yang ngamplop banyak. Ada oknum yang ngamplop hanya Rp50 ribu. Saya sendiri selalu memberi di atas Rp150 ribu karena saya sayang dengan tradisi. Kalau semua hanya ngamplop Rp50 ribu, lama-lama tradisi bisa punah, karena harga barang semakin mahal,” ujarnya.
Ia mencontohkan, dalam sebuah acara dengan undangan seribu orang, modal yang dikeluarkan bisa mencapai Rp100 juta. Karena itu, semangat gotong royong dalam tradisi mesidikaran harus tetap dijaga agar beban acara dapat ditanggung bersama.
“Kalau tidak paham tradisi, lebih baik diam. Ini mesidikaran, untuk bertemu teman, untuk memperkuat persaudaraan. Saat menghadiri undangan, kita bisa bertemu kembali dengan sahabat lama. Itu intinya. Kalau semua ngamplop kecil, maka orang tidak akan berani mengundang banyak, hanya sebatas keluarga saja. Nah, kalau begitu tanda tradisi punah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tradisi bukan sekadar soal uang, melainkan soal tanggung jawab sosial dan kebersamaan. Bahkan ia mengibaratkan, jika sebuah keluarga punya lima anak dan harus menggelar acara lima kali, maka kebutuhan bisa mencapai setengah miliar rupiah.
“Kalau saya mau punya acara, tinggal telpon, bos pinjam celeng lima pikul. Nah, apakah itu tidak di-amplopin? Bisa bongkos (mati) saudara kita kalau tradisi tidak dijaga. Kalau tidak paham tradisi, jangan nyinyir. Kalau nyinyir, artinya sing mampu,” pungkasnya.
Dengan penegasan itu, Komang Ardat berharap masyarakat Karangasem, khususnya generasi muda, tidak melupakan akar budaya mesidikaran sebagai wujud nyata semangat menyama braya di Bali.