BANGLI, BALINEWS.ID – Krematorium Sagraha Mandrakantha Santhi yang berlokasi di Desa Bebalang, Bangli, hadir sebagai respons terhadap tantangan zaman dalam pelaksanaan upacara ngaben. Ketua Yayasan Krematorium, I Nyoman Karsana, SE, menegaskan bahwa keberadaan krematorium ini bukan untuk menggantikan adat dan tradisi, melainkan menjadi alternatif modern bagi umat Hindu yang menghadapi kendala adat atau keterbatasan di lingkungan banjar masing-masing.
“Krematorium ini kami hadirkan sebagai solusi bagi keluarga yang ingin melaksanakan upacara ngaben dengan tetap menjaga makna dan kesakralannya, namun disesuaikan dengan kondisi zaman dan keterbatasan yang ada,” ujar Karsana.
Krematorium Bebalang telah dilengkapi fasilitas representatif yang nyaman, asri, dan layak sebagai tempat suci. Di dalamnya telah dibangun pelinggih Ida Bhatara Dalem dan Pelinggih Dalem Praja Pati, yang telah melalui prosesi pemelaspasan secara lengkap, sehingga tempat ini tetap menjaga kesucian dan kehormatan dalam pelaksanaan ritual keagamaan.
Upacara ngaben yang dilakukan di krematorium ini bersifat fleksibel dan dapat dikoordinasikan langsung dengan panitia keluarga. Keluarga diberi keleluasaan untuk memilih pemuput (sulinggih) sesuai kehendak, meskipun ada ketentuan khusus apabila sulinggih berasal dari luar wilayah Bangli.
Sebagai bentuk layanan, krematorium menawarkan tiga pilihan paket upacara ngaben, yakni:
Swasta Geni seharga Rp 16.000.000
Pranawa seharga Rp 20.000.000
Utama Ngewangun seharga Rp 27.000.000
Setiap paket dirancang dengan memperhatikan unsur adat, namun disesuaikan dalam kerangka pelayanan modern. Selain itu, tersedia pula layanan Atma Wedana Ngelanus dengan paket tersendiri untuk memenuhi kebutuhan ritual secara menyeluruh.
Menurut Karsana, seluruh prosesi pengabenan dapat dilakukan secara lengkap di krematorium, atau dapat pula dibagi sebagian antara rumah duka dan lokasi kremasi sesuai dengan kehendak keluarga.
Ia menegaskan, krematorium ini dibangun sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika sosial dan ekonomi masyarakat modern, namun tetap menjaga penghormatan terhadap nilai-nilai luhur budaya Bali.
“Kita tidak boleh kaku dalam tradisi, karena zaman terus berubah. Namun nilai dan makna spiritualnya harus tetap kita jaga. Oleh karena itu, penting bagi desa adat untuk melakukan adaptasi terhadap awig-awig dan perarem, agar tetap relevan dan memberi ruang bagi solusi seperti ini,” tutup Karsana.
Dengan kehadiran krematorium Bebalang, masyarakat kini memiliki alternatif yang layak dan bermartabat dalam melaksanakan upacara pengabenan, tanpa kehilangan esensi adat dan tradisi yang diwariskan turun-temurun.