Oleh: Luh Irma Susanthi, S.Sos., M.Pd – Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan
INTERMESO, BALINEWS.ID – Setiap enam bulan sekali, tepatnya Soma Wuku Sinta, umat Hindu di Nusantara merayakan Hari Soma Ribek.
Dalam tradisi Hindu Bali, perayaan ini dimaknai sebagai penghormatan terhadap padi, kesejahteraan, dan uang sebagai sarana hidup. Namun, lebih dari sekadar ritual menyimpan hasil bumi atau harta, Soma Ribek sesungguhnya adalah pengingat spiritual bahwa uang bukanlah tuan yang memperbudak, melainkan pelayan Dharma yang memberi kehidupan.
Uang, Dharma, dan Luka Jiwa
Dalam kehidupan modern, dua hal kerap membelenggu manusia: kebutuhan dan keinginan. Ketika keinginan lebih mendominasi, hidup menjadi penuh tekanan. Fenomena ini semakin nyata di era digital, di mana banyak orang terjebak dalam standar sosial, ekonomi, hingga tuntutan media sosial.
Tak jarang, ketika ekonomi runtuh, jiwa pun ikut runtuh. Kasus bunuh diri yang meningkat di Bali menjadi ironi: pulau yang dikenal penuh kedamaian justru menyimpan kisah pilu dari generasi muda yang merasa tertekan dan kehilangan pegangan hidup.
Padahal, dalam perspektif Dharma, uang bukan tujuan, melainkan alat untuk berbuat kebajikan. Luh Irma Susanthi, seorang Koordinator Penyuluh Agama Hindu Kecamatan Kubutambahan menjelaskan bahwa ajaran Hindu menyebut uang sebagai dana, sarana untuk menjalankan Dharma, bukan untuk menjerat diri dalam keserakahan.
Sebagaimana firman suci Bhagavad Gītā IX.27:
yat karoṣi yad aśnāsi yaj juhoṣi dadāsi yat
yat tapasyasi kaunteya tat kuruṣva mad-arpaṇam“Apapun yang engkau lakukan, apapun yang engkau makan, apapun yang engkau persembahkan, lakukanlah itu sebagai persembahan kepada-Ku.”
Artinya, termasuk uang yang kita miliki. Bila digunakan dengan tulus dalam kasih (Prema), uang menjadi suci, membawa kebahagiaan, bahkan mampu menyembuhkan luka jiwa.
Pesan Moral dari Soma Ribek
Memaknai uang dalam bingkai Prema berarti:
- Melayani sesama dengan berbagi dan menolong tanpa pamrih.
- Melayani para dewa dengan yadnya dan menjaga kesucian alam.
- Melayani leluhur dengan Pitra Yadnya serta keluarga dengan kasih.
- Melayani diri sendiri, bukan untuk keserakahan, tetapi untuk tumbuh dalam Dharma.
Selain itu, umat juga diingatkan pada ajaran Tri Ṛṇa, tiga utang suci yang melekat sejak lahir: Deva Ṛṇa (utang pada para dewa), Ṛṣi Ṛṇa (utang pada para guru suci), dan Pitṛ Ṛṇa (utang pada leluhur). Dengan menyadari Tri Ṛṇa, manusia tak akan hidup hanya untuk diri sendiri, melainkan menyadari bahwa rejeki yang dimiliki adalah titipan untuk membayar utang suci itu.
Ketika Tri Ṛṇa diabaikan, hidup terasa hampa meski bergelimang harta. Kekosongan inilah yang sering mendorong orang jatuh dalam depresi hingga bunuh diri.
Tantangan di Era Digital
Era digital membawa kemajuan luar biasa, namun juga jebakan ilusi kebahagiaan. Media sosial menampilkan kesuksesan semu yang diukur dengan uang dan gaya hidup konsumtif. Generasi muda merasa gagal jika tidak mampu mengikuti standar tersebut.
Tekanan ekonomi diperparah oleh perbandingan diri yang tak sehat. Akibatnya, jiwa-jiwa rapuh kehilangan makna hidup. Di sinilah Hari Soma Ribek hadir sebagai penyeimbang, mengingatkan bahwa uang seharusnya menghidupi jiwa, bukan membunuhnya.
Dengan kasih (Prema), uang bisa menjadi jembatan yang menopang kehidupan bersama, bukan dinding pemisah yang menjerumuskan dalam kesepian.
Pesan Spiritual Soma Ribek
Melalui perayaan ini, kita diajak untuk merefleksikan:
1. Uang bukan tujuan, tetapi sarana pelayanan.
2. Prema adalah obat jiwa. Uang yang digunakan dengan cinta kasih melahirkan kebahagiaan sejati.
3. Tri Ṛṇa adalah pengendali. Dengan mengingat tiga utang suci, kita tak akan kehilangan arah meski berada dalam tekanan hidup.
Sebagaimana Bhagavad Gītā XVI.1–3 menegaskan, sifat ilahi salah satunya adalah dānaṁ (suka memberi). Memberi dengan tulus adalah obat, tidak hanya bagi orang lain, tetapi juga bagi luka batin kita sendiri.
Renungan
Soma Ribek mengajarkan kita untuk bertanya pada diri sendiri:
- Apakah uang yang kita miliki sudah menjadi alat pelayanan dalam Prema?
- Apakah rejeki kita sudah menyentuh sesama sehingga mampu mencegah jiwa-jiwa rapuh memilih jalan bunuh diri?
Mari jadikan uang bukan sekadar simbol materi, melainkan jalan untuk membayar Tri Ṛṇa dan menebar cinta kasih. Dengan begitu, hidup kita akan lebih berisi, bermakna, dan penuh kedamaian.
Uang yang dipakai untuk diri sendiri hanya akan habis, tetapi uang yang dipersembahkan dalam cinta kasih akan berlipat menjadi berkah dan penyembuh jiwa.
Soma Ribek mengingatkan: uang bukanlah tuan yang memperbudak, melainkan pelayan Dharma yang menghidupi jiwa dengan kasih. (TimNewsyess)