DENPASAR, BALINEWS.ID – Satu per satu, puluhan pengelola usaha di kawasan Pantai Bingin, Badung, mendatangi Kantor Satpol PP Provinsi Bali di Denpasar pada Selasa (27/5). Mereka dipanggil untuk menjalani proses klarifikasi terkait legalitas usaha yang beroperasi di wilayah tebing pesisir tersebut.
Kepala Satpol PP Bali, Dewa Nyoman Rai Dharmadi, menjelaskan bahwa pemanggilan ini merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan pengawasan yang sebelumnya telah dilakukan bersama instansi terkait.
“Kami sebelumnya telah melakukan sidak ke Pantai Bingin bersama Komisi I DPRD Bali. Setelah itu, dilanjutkan dengan perekaman data oleh dinas teknis, rapat di DPRD, dan kini kami lakukan klarifikasi kepada para pengelola usaha,” ujarnya.
Dewa menyebutkan, ada sekitar 45 usaha di kawasan itu, mulai dari homestay, vila, hingga restoran. Proses pemanggilan dilakukan secara bertahap selama dua hari. “Hari ini sebagian kami panggil, sisanya akan dilanjutkan besok,” katanya.
Dalam proses klarifikasi ini, pihaknya mendalami status perizinan usaha, asal investor, apakah WNI atau WNA, serta status kepemilikan lahan. “Kami catat dan inventarisir semua informasi, termasuk apakah tanah yang dimanfaatkan merupakan hak milik, hak guna pakai, atau justru tanah negara,” jelasnya.
Terkait pemanfaatan tebing dan sempadan pantai yang telah berlangsung selama puluhan tahun, Dewa menegaskan bahwa jika hanya digunakan untuk aktivitas nelayan tradisional seperti menambatkan jukung, tidak menjadi persoalan. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan hal berbeda.
“Yang kami temukan adalah bangunan permanen di atas tebing curam. Ada homestay, vila, bahkan restoran,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dewa membeberkan bahwa kawasan tersebut termasuk dalam kategori tebing perlindungan, yaitu area yang secara ekologis penting dan memerlukan izin khusus untuk pemanfaatannya.
“Tebing-tebing ini dilindungi untuk mencegah kerusakan akibat erosi, longsor, atau aktivitas manusia yang tidak terkontrol,” tegasnya.
Menurutnya, seluruh bentuk usaha yang berkaitan dengan sektor pariwisata wajib memiliki izin yang sesuai standar, mengingat aspek keamanan, kenyamanan, dan kesehatan sangat krusial dalam mendukung citra pariwisata Bali.
“Kami tidak ingin muncul persepsi negatif terhadap pariwisata budaya Bali hanya karena ada pelanggaran izin atau tata kelola yang tidak profesional,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa lokasi usaha yang berdiri di atas tebing curam sangat berisiko. Potensi longsor atau bahkan tsunami dapat membahayakan penghuni dan wisatawan.
“Kegiatan ini juga bagian dari upaya penertiban dan pembenahan perizinan usaha. Hasil klarifikasi ini akan kami sampaikan kepada Komisi I DPRD Bali dan Pemkab Badung untuk ditindaklanjuti sesuai aturan,” pungkasnya.
Sementara itu, salah satu pengelola usaha yang enggan disebut namanya mengungkapkan, sebelum kawasan ini berkembang sebagai destinasi wisata, masyarakat Pantai Bingin mayoritas berprofesi sebagai nelayan sejak tahun 1976.
Namun seiring berkembangnya pariwisata, banyak warga yang kemudian beralih profesi dan mulai membangun akomodasi wisata secara bertahap, hingga kawasan ini berubah menjadi salah satu magnet wisata di Bali Selatan. (*)