INTERMESO, BALINEWS.ID – Setiap 210 hari sekali, umat Hindu Bali merayakan Hari Raya Galungan, sebuah momen yang penuh makna dan tradisi. Tahun ini, perayaan Galungan jatuh pada hari Rabu (19/11/25). Dalam perayaan ini, salah satu tradisi yang paling khas adalah pemasangan penjor di depan rumah, yang merupakan simbol kemenangan dan rasa syukur.
Penjor, yang biasanya terbuat dari sebatang bambu dengan ujung melengkung, dipasang pada hari Penampahan Galungan, yang jatuh pada Selasa Wage Wuku Dungulan, tepat setelah pukul 12 siang. Pemasangan penjor ini memiliki makna spiritual yang dalam. Pada hari Penampahan Galungan, umat Hindu diyakini tengah berperang melawan pikiran dan sifat negatif dalam diri mereka. Kemenangan atas pertempuran batin ini ditandai dengan pemasangan penjor sebagai simbol kemenangan.
Penjor dihiasi dengan berbagai bahan alami, seperti daun kelapa atau daun enau muda (ambu), serta daun plawa. Selain itu, penjor juga dilengkapi dengan hasil bumi, seperti umbi-umbian, buah-buahan, biji-bijian seperti padi, jajan, dan 11 uang kepeng. Pada ujung penjor, digantungkan sampian lengkap dengan porosan dan bunga.
Menurut laman Disbud Buleleng dan Kesrasetda Pemkab Buleleng, penjor melambangkan Naga Basuki, yang merupakan simbol kesejahteraan dan kemakmuran. Penjor juga dianggap sebagai ungkapan rasa syukur umat Hindu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Setiap elemen yang membentuk penjor Galungan memiliki makna. Bambu, misalnya, juga melambangkan gunung, yang dalam ajaran Hindu dianggap sebagai tempat tinggal para dewa, serta simbol kekuatan Dewa Hyang Brahma. Selain itu, bambu yang dibungkus dengan daun ambu atau kain kasa, menurut lontar Tutur Dewi Tapini, juga melambangkan kekuatan Dewa Maheswara.
Berbagai bahan lain yang melengkapi penjor juga memiliki simbolisme tersendiri. Kain putih kuning melambangkan kekuatan Dewa Iswara, sementara sampian menggambarkan kekuatan Dewa Parama Siwa. Daun janur, yang digunakan untuk menghias penjor, melambangkan kekuatan Dewa Mahadewa, sedangkan jajan uli dan gina mengandung makna sebagai simbol kekuatan Dewa Brahma.
Selanjutnya buah kelapa melambangkan kekuatan Dewa Rudra, pala bungkah dan pala gantung adalah simbol kekuatan Dewa Wisnu. Tebu, yang sering dijumpai pada penjor, melambangkan kekuatan Dewa Sambu, sementara daun plawa adalah simbol kekuatan Dewa Sangkara. Sebagai penutup, sanggah cucuk yang dipasang pada penjor merupakan simbol kekuatan Dewa Siwa.
Setelah Hari Raya Galungan dan Kuningan, penjor biasanya akan dicabut pada hari Rabu Kliwon Pahang atau Buda Kliwon Pegat Uwakan, yang jatuh 42 hari setelah Galungan. Pada saat pencabutan penjor, perlengkapan penjor seperti sampian, lamak, dan peralatan upakara lainnya akan dibakar, dan sebagian abunya disimpan pada kelapa gading muda yang telah dikasturi.
Dengan demikian, pemasangan penjor bukan hanya sekedar tradisi, tetapi juga sarat akan makna spiritual. (*)



