INTERMESO, BALINEWS.ID – Kabar perpisahan Raisa Andriana dan Hamish Daud tentu membuat publik terkejut. Pasangan yang selama ini dikenal harmonis dan nyaris tanpa gosip itu akhirnya mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berpisah, setelah tujuh tahun membangun rumah tangga.
Namun di tengah kabar yang mengejutkan itu, ada satu hal yang justru mencuri perhatian yakni keputusan keduanya untuk tetap menjalankan co-parenting demi sang putri, Zalina Raine Wyllie.
Bagi sebagian orang, istilah co-parenting mungkin masih terdengar baru. Sederhananya, ini adalah pola pengasuhan bersama di mana kedua orang tua tetap berbagi tanggung jawab dalam membesarkan anak, meskipun hubungan mereka sebagai pasangan sudah berakhir.
Meskipun sudah tidak ada lagi status suami dan istri, tapi kedua orang tua tetap berkomitmen kuat sebagai ayah dan ibu. Model pengasuhan seperti ini menuntut kedewasaan karena fokus utamanya bukan lagi pada perasaan pribadi, melainkan pada kebahagiaan dan kestabilan anak.
Dalam pernyataannya, Raisa menulis dengan nada yang lembut, bahwa cinta keduanya baik Raisa dan Hamish Daud tidak akan berubah kepada Zalina. Di tengah dunia hiburan yang penuh sorotan, keputusan ini menjadi contoh bahwa berpisah tidak selalu berarti bermusuhan.
Dikutip dari Very Well Mind, ini adalah bentuk pengasuhan bersama saat kedua orang tua tetap berbagi tanggung jawab membesarkan anak, meski sudah tidak lagi menjalin hubungan.
Penelitian menunjukkan konflik antara orang tua setelah perceraian dapat memengaruhi anak secara emosional, membuat mereka lebih rentan terhadap stres, kesulitan beradaptasi, hingga menurunnya rasa percaya diri. Karena itu, pola co-parenting yang sehat menjadi kunci agar anak tetap tumbuh dalam suasana aman dan penuh dukungan.
Co-parenting sendiri terdiri dari beberapa tipe. Berikut adalah tipe-tipe pola pengasuhan bersama, di antaranya.
1. Co-Parenting Konfliktual
Orang tua sering berselisih, komunikasi buruk, dan menerapkan aturan berbeda di rumah masing-masing. Anak sering terjebak di tengah konflik, sehingga lebih berisiko mengalami gangguan perilaku, kecemasan, atau depresi.
2. Co-Parenting Kooperatif
Kedua orang tua saling bekerja sama, rutin berkomunikasi tentang keputusan penting anak, dan menempatkan kebutuhan anak di atas ego pribadi.
3. Co-Parenting Paralel
Orang tua menjalankan pengasuhan masing-masing tanpa banyak interaksi. Meski minim konflik, pola ini kadang membuat anak kehilangan konsistensi aturan di rumah.
Walaupun terdengar ideal, pola co-parenting bukan tanpa tantangan. Untuk itu penting bagi kedua orang tua untuk terbuka dalam komunikasi, memprioritaskan anak, dan menyiapkan mental dan emosional dalam masa transisi. (*)
