TABANAN, BALINEWS.COM — Sebuah pohon bunut besar yang disakralkan masyarakat Adat Samsam, Kecsmatan Kerambitan, Tabanan, tiba-tiba tumbang pada Minggu (7/12/2025) sekitar pukul 08.00 WITA.
Pohon yang diperkirakan berusia lebih dari satu abad dan berdiri di areal Pura Kahyangan Puseh itu roboh tanpa adanya hujan maupun angin kencang.
Salah satu ranting raksasa pohon dengan diameter sekitar 75 sentimeter patah dan menimpa sejumlah bangunan suci. Beberapa pelinggih seperti Ratu Anom, Bale Agung, Bale Tapakan, Bale Gong, hingga dapur khayangan mengalami kerusakan cukup berat.
Tokoh masyarakat Samsam, Dewa Usadha, yang kebetulan berada di dekat pura saat kejadian, menuturkan bahwa robohnya ranting besar itu diiringi suara keras.
“Saya mendengar suara derakan kayu patah, lalu disusul gemuruh. Ternyata salah satu ranting besar pohon bunut ambruk dan menimpa pelinggih,” ujarnya.
Menurutnya, pohon bunut (Kiara/Ficus virens) yang tumbuh di pura itu sudah ratusan tahun menjadi bagian penting bagi ekosistem setempat karena menjadi tempat hidup serangga, burung, tupai, dan berbagai satwa lainnya.
Setelah kejadian, prajuru adat dan warga segera datang ke lokasi untuk melakukan penanganan. Mereka langsung berkoordinasi dengan PLN dan BPBD Tabanan untuk pemotongan ranting serta pengamanan jaringan listrik. Sebelum proses pemotongan, masyarakat terlebih dahulu melakukan upacara kecil sebagai wujud penghormatan terhadap pohon sakral tersebut.
Bendesa Adat Samsam, Dewa Made Dwija Putra, mengungkapkan bahwa sebelumnya sudah ada rencana untuk memotong pohon tersebut karena areal di bawahnya sering dipakai untuk sembahyang terutama saat pemedek membludak.
“Karena musim hujan terus-menerus, rencana pemotongan tertunda. Belum sempat dilakukan, pohonnya keburu tumbang,” jelasnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan prajuru dan masyarakat adat mengingat upacara Petoyan akan dilaksanakan sekitar satu bulan lagi. Kerusakan bangunan suci membuat pihak adat harus menggalang dana untuk renovasi serta upacara melaspas.
Pura Kahyangan Puseh yang berada dekat pemukiman warga Adat Samsam dikenal sebagai tempat yang sangat sakral. Di sana dipuja sejumlah pelinggih, termasuk Hyang Betara Rambut Sedana, Hyang Betari Sri (Manik Galih), serta linggih Hyang sebagai simbol kemakmuran dan keberkahan.
Masyarakat setempat juga meyakini adanya sejumlah peristiwa supranatural yang pernah muncul di sekitar pohon bunut tersebut, seperti penampakan pasangan sulinggih lingsir hingga cahaya menyerupai bola api sebesar bulan purnama.
Sebagai bagian dari Kahyangan Tiga, Pura Puseh memiliki fungsi utama sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu, sang pemelihara alam semesta. Selain sebagai pusat ritual adat dan keseimbangan alam, pura ini juga menjadi ruang pendidikan budaya dan spiritual bagi warga setempat. (*)

