Rasis Bertentangan Dengan Ajaran Leluhur Bali

BALINEWS.ID – Salah satu ajaran terdalam Hindu Bali adalah leluhur Bali menyadari dan memahami bahwa semua makhluk memiliki ‘jiwa’ atau ‘roh’ atau ‘atma’. Dalam semua jiwa/ruh/atma terdapat percikan Kesucian Hyang Widhi. Oleh karena itu semua makhluk wajib dihormati dan dihargai karena semua makhluk mengandung Percikan Suci-Nya.

Ajaran dasar di atas diturunkan dalam bentuk ajaran turunan yang bersifat tuntunan sehari-hari berupa ajaran bahwa sesama manusia harus saling peduli dan saling menjaga, seperti dalam ajaran sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya, saling asah, asih, asuh. Ajaran-ajaran ini bukan hanya diterapkan kepada sesama orang Bali, tapi sesama seluruh umat manusia.

BACA JUGA :  Badah! Oknum Anggota DPRD Gianyar Diduga Gadaikan Puluhan Mobil Warga, Korban Ngaku Sulit Menghubungi

Dalam ajaram ‘paras-paros sarpanaya’ mengandung prinsip-prinsip kemanusiaan universal untuk tidak membeda-bedakan manusia dari kulit, warna, latar belakang keluarga, latar budaya dan latar etnis atau kebangsaan, adalah nilai-nilai mendasar yang dijadikan pedoman manusia Bali untuk melihat kemanusiaannya sendiri dan kemanusiaan orang lain.

Dalam ajaran paras-paros mengandung arti universal humanism yang secara hakikat mengakui kesetaraan rohaniah semua umat manusia, tanpa membeda-bedakan suku dan agama.

Demikian juga ajaran ‘saling asah, asih, asuh’ tidak hanya bermakna saling jaga sesama orang Bali, tapi berarti saling bimbing, saling sayang, saling menjaga sesama seluruh manusia di muka bumi. Berlaku universal.

Ungkapan “nak Jawa”, “orang luar Bali”, atau membedakan manusia dari KTP, dan berbagai anasir-anasir sikap serta perkataan rasis adalah mencederai dan mengecilkan prinsip-prinsip universalitas ajaran leluhur Bali tersebut di atas. Sikap rasis bukan saja bertentangan dengan ajaran leluhur Bali, tapi sebagai cermin kedangkalan dan ketidakmampuan memahami warisan pemikiran dan nilai-nilai luhur para leluhur Bali sendiri yang sudah mencapai kesadaran humanisme universal.

BACA JUGA :  Lindungi Privasi, WhatsApp Bakal Ganti Nomor Telepon dengan Username

Dari masa ke masa, dalam berbagai peristiwa sekala lokal atau tingkat desa di Bali, jika disebarkan pemikiran dan isu rasis di kalangan krama Bali, ini penanda Bali dalam situasi dekadensi kultural yang serius. Entah dipicu rasa terancam secara ekonomi, entah sulut rasa terancam secara teritorial, atau sebagai penanda masyarakat sudah tidak bisa bersaing secara terbuka, sehingga mengeluarkan jurus dekadensi ini sebagai ‘bisa’ untuk mematuk dalam keterjepitan.

Ketika masyarakat Bali terbuka hatinya secara jernih menyadari bahwa ajaran sagilik-saguluk salunglung sabayantaka, paras-paros sarpanaya, saling asah, asih, asuh, sebagai prinsip humanisme universal, di sanalah Bali akan mencapai masa keemasan, Bali hita lan maharddhika. Sebaliknya jika ajaran-ajaran tersebut sebatas dipahami sebagai pedoman sikap antar orang Bali semata, di sana Bali akan mengalami dekadensi kultural yang serius. (*)

BACA JUGA :  Ciptakan Momen Romantis di FOX Jimbaran Beach Bali

Tulisan oleh Catatan Harian Sugi Lanus, 2 September 2025.

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

guest
0 Comments
Newest
Oldest
Inline Feedbacks
View all comments

Breaking News

Informasi Lowongan Pekerjaan Terbaru Hari Ini

Baca Lainnya

Eks Perbekel Tusan Divonis 2,5 Tahun Penjara Terkait Kasus Korupsi APBDes SEMARAPURA, BALINEWS.ID – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor...
BULELENG, BALINEWS.ID - Kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait penguasaan tanah negara di kawasan “Bukit Ser”, Desa Pemuteran, Kecamatan...
NUSA PENIDA, BALINEWS.ID – Polsek Nusa Penida kembali menorehkan prestasi dalam pengungkapan tindak kriminalitas di wilayah hukumnya. Melalui...
JEMBRANA, BALINEWS.ID - Peristiwa tragis terjadi di aliran Sungai Bilukpoh, Banjar Penyaringan, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana,...