DENPASAR, BALINEWS.ID – Pemerintah Provinsi Bali menargetkan kedatangan hingga 7 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada akhir tahun 2025. Optimisme ini mencuat setelah data per 13 September 2025 mencatat sebanyak 4,9 juta turis asing telah berkunjung ke Pulau Dewata.
Namun di tengah tren positif tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster melontarkan kritik tajam terhadap sejumlah pelaku usaha pariwisata, terutama pengelola hotel yang dinilai masih minim kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.
“Pelaku usaha ini, kalau lagi enak, diam saja. Baru saat Covid mereka merengek minta dibuka. Sekarang sudah enak, lupa semua,” ujar Koster dengan nada tegas dalam sebuah acara di Nusa Dua, Jumat (26/9/25).
Koster menyoroti pengelolaan dana kontribusi sebesar Rp150 ribu yang dipungut dari tiap wisatawan asing. Menurutnya, masih banyak hotel yang tidak serius dalam memanfaatkan dana tersebut, padahal fungsinya sangat penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan pariwisata Bali.
Ia juga mengungkapkan bahwa banyak hotel di Bali justru mendapatkan penilaian buruk dari Kementerian Lingkungan Hidup dalam program PROPER, yang menilai kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan.
“Kalau Bali dengan budaya dan pariwisatanya bisa kita pelihara, maka selamanya dia akan menjadi sumber daya. Bahkan, bisa kita tingkatkan daya saingnya. Tapi kalau hotel-hotel ini terus abai, maka pariwisata Bali akan melemah dari dalam,” lanjut Koster.
Sejalan dengan pernyataan Koster, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq membeberkan bahwa sekitar 500 ton dari total 1.800 ton sampah harian yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung di Denpasar berasal dari sektor pariwisata.
“Seharusnya sampah dari penduduk hanya 1.300 ton per hari. Sisanya, 500 ton, adalah kontribusi dari hotel, restoran, dan sektor wisata lainnya. Ini harus menjadi perhatian serius,” tegas Hanif.
Gubernur Koster menyatakan bahwa dirinya tidak akan ragu memberikan label ‘tidak layak dikunjungi’ kepada hotel-hotel yang berkali-kali mendapat rapor merah dari PROPER. Ia menilai, tidak cukup hanya menikmati manfaat dari tingginya jumlah wisatawan, tetapi pelaku usaha juga harus menunjukkan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Menurutnya, keberlanjutan pariwisata Bali hanya bisa terwujud jika seluruh pihak berkomitmen untuk menjaga alam, mengelola limbah, dan menghormati budaya lokal.
“Pariwisata Bali boleh naik, tetapi kalau pengusaha tidak peduli pada lingkungan, Bali bisa kalah sebelum bertarung,” tutup Koster.
Pemerintah berharap sindiran keras ini menjadi pemicu bagi pelaku industri pariwisata untuk segera berbenah. Perlindungan lingkungan, menurut Koster, adalah tanggung jawab bersama demi memastikan Bali tetap menjadi destinasi unggulan di mata dunia. (*)