DENPASAR, BALINEWS.ID – Kasus penerbitan 106 sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Ngurah Rai kini memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali resmi menaikkan status perkara tersebut dari penyelidikan menjadi penyidikan, setelah ditemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi terkait alih fungsi lahan negara.
Perkembangan ini disampaikan langsung oleh Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, pada Senin (20/10). “Status penanganan perkara Tahura, menurut penyidik ada indikasi tindak pidana korupsi, sehingga hari ini tim penyidik Kejati Bali meningkatkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan,” ujarnya. Pernyataan tersebut juga menjadi bagian dari salam perpisahannya sebelum menjabat sebagai Kajati Sumatera Selatan.
Sumedana menegaskan, Tahura merupakan tanah negara yang tidak boleh dialihfungsikan sembarangan. Kawasan tersebut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, termasuk mencegah abrasi di pesisir pantai. Namun, sejak era 1990-an, sebagian lahan hutan mangrove di kawasan itu justru dialihfungsikan dan kini telah terbit ratusan sertifikat hak milik di atasnya.
Pihak Kejati Bali, kata dia, berkomitmen mengusut tuntas penyimpangan yang berpotensi merugikan negara sekaligus masyarakat pesisir. “Nah ini yang kami kejar, bagaimana perolehannya, bagaimana pengalihan fungsinya, dan bagaimana terjadi pengalihan haknya, ini lagi kami kejar semua,” tambahnya.
Dalam proses penyelidikan sebelumnya, tim Kejati Bali telah memeriksa 20 orang saksi, mayoritas berasal dari instansi pemerintah seperti Dinas Kehutanan dan BPN. Namun, pemeriksaan tersebut masih sebatas klarifikasi dan belum mengarah pada pihak-pihak yang diduga terlibat.
Dengan naiknya status perkara ke penyidikan, Kejati kini memiliki kewenangan melakukan upaya paksa seperti pemanggilan paksa, penggeledahan, dan penyitaan dokumen untuk menguatkan alat bukti. “Karena masih proses penyelidikan sebelumnya, kami tidak banyak bergerak, dengan status penyidikan, penyidik mudah-mudahan bisa mengakses dan melakukan tindakan-tindakan upaya paksa,” jelas Sumedana.
Ia menambahkan, langkah penyidikan diharapkan dapat mengungkap siapa saja pihak yang bertanggung jawab serta berapa luas lahan negara yang dicaplok, termasuk potensi kerugian negara yang ditimbulkan. “Dengan adanya penyidikan ini, bisa semakin terang, kemana arah perkaranya, siapa yang harus bertanggung jawab, berapa lahan yang dicaplok sama mereka, dan berapa kerugian negara,” imbuhnya.
Sumedana juga memastikan, jika nantinya ditemukan keterlibatan pejabat dalam kasus Tahura Ngurah Rai, Kejati Bali akan bertindak tegas dan mengungkap hasil penyidikan secara transparan. (*)