NASIONAL, BALINEWS.ID – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mengungkapkan situasi memprihatinkan terkait keamanan anak di ruang digital. Berdasarkan survei UNICEF tahun 2023, sebanyak 48 persen anak Indonesia pernah mengalami perundungan digital, sementara 50,3 persen pernah terpapar konten dewasa. Rata-rata anak kini menghabiskan 5,4 jam per hari untuk berselancar di internet.
“Anak-anak kita tengah berlari di dunia yang amat kencang dan penuh tantangan, dan sebagian besar orang tua masih membiarkan mereka berlari sendirian di ranah yang tidak aman,” ujar Meutya dalam Festival Hari Anak Sedunia 2025 di Hotel Lumire, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/25).
Kasus MW dan Denta Jadi Contoh Ancaman Nyata
Meutya menyoroti dua contoh kasus yang mencerminkan betapa mudahnya anak-anak terekspos bahaya digital.
MW, siswa kelas tiga SD, menemukan konten dewasa dari sebuah permainan daring. Sementara Denta, anak yang aktif mengampanyekan anti-rokok, justru dirundung di media sosial setelah mengunggah kontennya.
“Kisah-kisah ini menunjukkan betapa pentingnya peran orang tua mendampingi anak berinteraksi di dunia maya. Yang kita inginkan adalah orang tua bukan membuatkan akun untuk anak-anaknya, tapi mendampingi mereka,” tegas Meutya.
PP TUNAS Mulai Diterapkan, Platform Wajib Lindungi Anak
Pemerintah kini memperkuat pelindungan anak lewat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS). Aturan ini mewajibkan platform digital menunda akses bagi anak yang belum cukup umur.
Sejumlah perusahaan digital mulai menyesuaikan kebijakannya.
“Roblox sekarang sudah menerapkan sistem verifikasi usia anak dengan menggunakan kamera,” kata Meutya.
Ia berharap kebijakan ini membantu memastikan anak-anak tumbuh aman, percaya diri, dan terlindungi dari risiko digital. (*)



