JAKARTA, BALINEWS.ID — Usai rapat kerja terkait komoditas strategis, anggota DPR RI I Nyoman Parta, kembali menyuarakan aspirasi para peternak babi di seluruh Indonesia, khususnya di Bali, yang selama ini merasa dirugikan oleh kebijakan impor daging babi. Ia meminta Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian untuk mengkaji ulang, bahkan menghentikan impor daging babi dari luar negeri.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Perdagangan Budi Santoso dan Wakil Menteri Pertanian Sudaryono disebut berkomitmen untuk membahas hal ini lebih lanjut. Keduanya berjanji akan melakukan rapat internal dan secara bertahap mengurangi impor daging babi hingga mencapai titik nol di masa mendatang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor daging babi menunjukkan angka yang signifikan dalam tiga tahun terakhir:
2023: 4.875 ton
2024: 7.458 ton
2025 (Januari–Juli): 5.741 ton
Daging babi impor ini diketahui berasal dari beberapa negara, di antaranya Amerika Serikat, Denmark, Jepang, dan Spanyol.
Ironisnya, produksi daging babi nasional sebenarnya jauh lebih besar dibandingkan jumlah impor. Data BPS mencatat:
2023: 135.039 ton
2024: 130.871 ton
Namun demikian, kualitas dan daya saing harga daging babi lokal masih menjadi kendala di lapangan. Pemerintah selama ini berdalih bahwa kualitas daging impor lebih stabil dan dianggap lebih baik.
I Nyoman Parta politisi yang berasal dari Desa Guwang, Sukawati, Gianyar, Bali, tersebut menegaskan bahwa solusi utama bukanlah membuka impor, melainkan memperkuat hulu produksi. Ia menekankan pemerintah harus hadir untuk menyediakan bibit babi unggul, menjamin bahan baku pakan yang lebih murah, terutama jagung, mendorong standarisasi kandang, serta memberikan pendampingan konsisten kepada peternak.
Menurutnya, kualitas daging babi lokal dapat ditingkatkan dan harga bisa lebih kompetitif jika biaya pakan ditekan. Kebijakan impor justru dianggap langkah pragmatis yang berpotensi mematikan usaha peternak dalam jangka panjang.
“Jika pemerintah terus bergantung pada impor, lama-kelamaan peternak bisa berhenti berproduksi. Ini ancaman serius bagi keberlanjutan peternakan lokal,” tegasnya.
Ia menutup dengan harapan agar pemerintah segera mengambil kebijakan strategis yang berpihak pada peternak, bukan pada daging impor. (*)

