SEMARAPURA, BALINEWS.ID – Sejumlah warga Desa Pesinggahan menyampaikan keluhan terkait perilaku dan etika wisatawan asing yang berkunjung ke Pura Goa Lawah, Kecamatan Dawan, Klungkung. Selain soal pakaian wisatawan yang dinilai kurang pantas saat memasuki area pura, warga juga mempertanyakan transparansi penggunaan dua jenis karcis masuk yang berbeda.
Keluhan tersebut disampaikan oleh seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Ia mengungkapkan, beberapa wisatawan asing, khususnya wisatawan perempuan kerap terlihat mengenakan tanktop dan rambut tergerai saat memasuki kawasan suci Pura Goa Lawah.
“Ini kan pura, tempat suci. Tetapi sering terlihat wisatawan yang masuk hanya memakai tanktop dan rambut dibiarkan terurai. Ini tidak etis,” ujarnya.
Padahal Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) telah mengatur ketentuan berbusana saat tangkil ke pura: bagi perempuan, kebaya tidak boleh berlengan pendek dan rambut wajib diikat, sementara bagi laki-laki diwajibkan mengenakan udeng. Warga menyayangkan aturan tersebut tidak diterapkan secara ketat kepada wisatawan.
Selain persoalan etika berpakaian, warga juga menyoroti adanya dua jenis karcis masuk yang diterima wisatawan. Karcis pertama berisi barcode dan mencantumkan tarif Rp25.000 untuk wisatawan dewasa. Sedangkan karcis kedua, tanpa barcode. Karcis tanpa barcode tersebut menampilkan daftar tarif lengkap, yakni: dewasa Rp25.000, anak-anak Rp15.000, serta penyewaan kain atau sarong Rp5.000. Pada karcis berwarna biru itu juga tercantum enam poin aturan bagi wisatawan yang memasuki kawasan pura.

Usut punya usut karcis dengan barcode biasanya diberikan kepada wisatawan yang datang dengan rombongan sedangkan karcis tanpa barcode biasanya diberikan kepada wisatawan yang datang perorangan atau berdua.
“Kami dapat info wisatawan yang datang rombongan dapat karcis barcode, tetapi yang datang sedikit, satu atau dua orang, malah diberi karcis lain yang tidak ada barcodenya. Ini yang membuat kami bertanya-tanya. Ada apa? Ini kan kawasan suci, mestinya pengelolaan harus transparan,” ujar warga tersebut.
Warga berharap pihak terkait dapat memberikan penjelasan mengenai perbedaan dua karcis tersebut, sekaligus memperketat pengawasan etika wisatawan agar tetap menghormati kesucian pura. (*)



