BALINEWS.ID – Fenomena demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota wisata Spanyol, seperti Barcelona dan Mallorca, menjadi alarm bagi dunia pariwisata global. Ribuan warga lokal turun ke jalan, menyuarakan keresahan atas dampak negatif dari pariwisata massal atau overtourism yang tak terkendali. Mereka menyemprotkan air ke arah turis asing, bukan sebagai bentuk kekerasan, melainkan simbol penolakan terhadap sistem yang dianggap mengorbankan warga asli demi kenyamanan pelancong.
Di balik aksi tersebut tersimpan kecemasan, harga sewa tempat tinggal yang kian tak terjangkau, hilangnya akses terhadap hunian layak, dan terpinggirkannya identitas budaya lokal yang perlahan tergerus oleh komersialisasi.
Keresahan serupa kini mulai terasa di Bali. Pulau yang selama ini menjadi destinasi wisata unggulan dunia, perlahan menghadapi tekanan yang mirip dengan kota-kota di Spanyol. Harga tanah dan properti melonjak tajam, bukan hanya di kawasan wisata seperti Seminyak atau Ubud, tapi merambat hingga desa-desa yang sebelumnya jauh dari sorotan wisatawan.
Tak sedikit warga Bali yang akhirnya tergoda menjual tanah warisan leluhur demi keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak jangka panjang. Ironisnya, generasi muda Bali yang ingin membangun kehidupan di tanah kelahirannya sendiri justru semakin sulit mengakses kepemilikan lahan karena daya beli mereka tak mampu menyaingi investor asing atau spekulan properti.
Situasi ini patut menjadi bahan refleksi kolektif, terutama bagi para pelaku industri pariwisata dan pemangku kebijakan. Pariwisata seharusnya menjadi jalan bagi kesejahteraan bersama, bukan menciptakan ketimpangan dan keterasingan di rumah sendiri. Jika tidak ada upaya konkret untuk menyeimbangkan pertumbuhan pariwisata dengan perlindungan terhadap ruang hidup dan hak-hak masyarakat lokal, maka bukan tak mungkin Bali akan menyusul jejak kota-kota di Eropa yang kini mulai memberontak.
Ke depan, pembangunan pariwisata harus berpijak pada prinsip keberlanjutan, ekonomi yang inklusif, budaya yang lestari, dan ruang hidup yang tetap layak bagi generasi Bali selanjutnya. (*)