DENPASAR, BALINEWS.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali kini tengah menyelidiki dugaan penerbitan ilegal 106 sertifikat tanah di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan hutan mangrove. Sertifikat tersebut dipertanyakan karena terbit di wilayah yang secara hukum tak boleh dimiliki secara pribadi.
Dr. AA Ngurah Jayalantara, Kasi Pengendali Operasi Bidang Pidana Khusus Kejati Bali, menyatakan proses penyelidikan sudah berjalan dua minggu.
“Sudah dimulai pengumpulan data. Apakah ada indikasi perbuatan melanggar hukum, penyalahgunaan kewenangan, atau potensi kerugian negara, itu sedang kami analisa,” ujarnya pada Senin (29/9/25).
Penyelidikan ini ditargetkan rampung dalam 30 hari, namun bisa diperpanjang jika dibutuhkan. Selain fokus pada Tahura, Kejati juga memperluas penelusuran ke kabupaten lain untuk mengantisipasi kasus serupa. “Bukan hanya itu saja, ada juga beberapa tempat di kabupaten lain yang sedang ditelusuri,” tambah Jayalantara.
Langkah Kejati Bali didukung penuh oleh DPRD Bali, khususnya Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Trap) yang sebelumnya telah menyerahkan dokumen 106 sertifikat tersebut ke Kejati dan Polda Bali.
Ketua Pansus, I Made Supartha, menegaskan bahwa penerbitan sertifikat di kawasan konservasi melanggar aturan.
“Kalau pemberian hak itu artinya tanah negara dulunya. Pertanyaannya, apakah orang bisa hidup di mangrove selama 20 tahun hingga layak disertifikatkan? Kalau bukan nelayan, jelas ini sudah pelanggaran,” katanya.
Pakar hukum pertanahan, Prof. I Ketut Sukawati Lanang Putra Perbawa, juga menyoroti kejanggalan tersebut.
“Tahura itu sudah pasti milik negara. Kenapa bisa jadi punya sertifikat? Ini yang harus dipertanyakan dengan data dan fakta,” tegasnya.
Ia menyebut seluruh pihak yang terlibat harus bertanggung jawab secara hukum.
Sementara Ketua Fraksi Demokrat-Nasdem, Dr. Somvir, menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
“Hutan, air, laut, dan sawah harus dijaga dengan baik agar Bali tetap aman dan damai di masa depan,” ujarnya.
Publik berharap proses hukum ini menjadi titik balik dalam penataan ruang dan perlindungan kawasan konservasi di Bali, serta memberikan efek jera bagi pelaku penyalahgunaan aset negara. (*)