NASIONAL, Balinews.id – Praktek kecurangan dalam distribusi beras nasional kini tengah jadi sorotan. Dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI pada Rabu (16/7/25), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman diminta menjelaskan secara rinci berbagai kejanggalan yang ditemukan dalam rantai distribusi beras nasional.
Menurut Amran, sejak Mei 2025, terjadi ketidaksesuaian antara harga di tingkat produsen dan harga di pasaran. Petani dan penggilingan mengalami penurunan harga, namun harga beras di tingkat konsumen justru naik. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar.
Lebih mencengangkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi beras justru naik sebesar 14 persen atau sekitar tiga juta ton dibanding kebutuhan nasional. Namun, lonjakan produksi itu tidak berbanding lurus dengan penurunan harga di pasar.
Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan terhadap 268 merek beras dari 10 provinsi penghasil utama, yang diuji di 13 laboratorium. Hasilnya mengungkap praktik curang yang cukup serius dalam peredaran beras di pasar.
Amran menyampaikan bahwa 85 persen beras yang beredar tidak memenuhi standar kualitas. Beras curah dikemas ulang dan dijual sebagai beras dengan kualitas lebih tinggi. Bahkan, banyak kasus di mana beras medium diklaim sebagai beras premium, dan sebagian beras dioplos dengan kualitas yang lebih rendah.
“Kemudian ini 85% yang tidak sesuai standar. Ada yang dioplos, ada yang tidak dioplos, langsung ganti kemasan. Jadi ini semua beras curah tetapi dijual harga premium. Beras curah tetapi dijual harga medium,” ujarnya.
Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan sebelumnya juga telah menemukan kasus-kasus pengoplosan beras premium yang ternyata berisi beras biasa atau menengah.
Mentan Amran menegaskan bahwa praktik manipulatif ini merugikan semua pihak, terutama konsumen dan petani, serta merusak citra sistem tata niaga beras di Indonesia. Ia menganggap saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem distribusi beras nasional. (*)