GIANYAR, BALINEWS.ID – Warga dari tiga Banjar di Desa Temesi, Kecamatan Gianyar, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemindahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung ke TPA Temesi. Penolakan ini merupakan hasil rapat masing-masing banjar yang digelar pada 23 dan 24 April 2025, dan dituangkan dalam pernyataan sikap tertulis.
Pernyataan tersebut disampaikan kepada media pada Kamis (29/5/2025) di Kantor Desa Temesi. Hadir dalam kesempatan itu Perbekel Desa Temesi Ketut Branayoga, Ketua BPD Ketut Purnajiwa, Bendesa Adat Gusti Made Mastra, serta penasihat desa yang juga Wakil Ketua DPRD Gianyar, Made Suteja. Sejumlah kelian dinas dan adat se-Desa Temesi juga turut hadir.
Perbekel Branayoga menyampaikan bahwa masyarakat secara tegas menolak rencana pemindahan TPA Suwung ke Temesi, sesuai hasil kesepakatan yang telah diambil dalam paruman banjar. “Sebagai warga Temesi, kami menolak menerima sampah dari luar Kabupaten Gianyar. Penanganan sampah seharusnya menjadi tanggung jawab masing-masing daerah,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa rapat warga telah dilakukan pada akhir April 2025. Banjar Temesi mengadakan paruman pada 23 April, sementara Banjar Peteluan dan Pegesangan pada 24 April. Ketiga banjar secara bulat menolak wacana tersebut.
Menurut Branayoga, Pemerintah Kabupaten Gianyar sebenarnya tengah memproses pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dengan dukungan dari pemerintah pusat. Proyek ini kini telah memasuki tahap lelang. “Kami berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana pemindahan ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, selama ini warga sudah cukup menderita akibat dampak dari TPA yang ada, seperti debu, bau tidak sedap, dan asap saat terjadi kebakaran di musim kemarau.
Sementara itu, Bendesa Adat Temesi, Gusti Made Mastra, mengaku terkejut dengan kemunculan wacana pemindahan tersebut. “Setelah ramai di media sosial, kami langsung menggelar rapat desa adat bersama banjar adat. Kami menolak rencana ini karena keterbatasan lahan dan kapasitas wilayah kami,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa luas TPA Temesi saat ini hanya sekitar 7,3 hektare, sementara jumlah penduduk terus meningkat dan lahan pemukiman semakin terbatas. “Kami mohon pengertian dari pihak Pemerintah Provinsi Bali, termasuk kepada Bapak Gubernur dan jajaran DPRD Provinsi Bali,” imbuhnya.
Wakil Ketua DPRD Gianyar, Made Suteja, menambahkan bahwa penolakan terhadap keberadaan TPA Temesi sebenarnya sudah muncul sejak awal pembangunan pada tahun 1996. Namun, berkat pendekatan persuasif dan sosialisasi yang intensif dari para pemangku kebijakan, masyarakat akhirnya dapat menerima keberadaan TPA untuk kebutuhan Kabupaten Gianyar.
Namun kini, lanjut Suteja, warga kembali dikejutkan oleh wacana pemindahan TPA Suwung ke Temesi, yang dikhawatirkan akan menambah beban lingkungan dan sosial masyarakat. “Bayangkan jika sampah dari empat kabupaten/kota masuk ke sini. Temesi adalah desa kecil dengan lahan pertanian yang terbatas. Apalagi desa ini juga dikembangkan sebagai destinasi wisata. Apakah layak dijadikan TPA regional?” ujarnya retoris.
Suteja menegaskan bahwa masyarakat Desa Temesi hanya bersedia menerima pengolahan sampah untuk wilayah Gianyar saja. “Dengan segala hormat, kami menolak rencana ini. Tidak ada desa yang ingin wilayahnya dijadikan TPA regional. Kami berharap pemerintah memahami perasaan dan kondisi kami. Kami hanya menampung sampah dari Gianyar saja,” tutup dewan 3 periode tersebut. (bip)