DENPASAR, BALINEWS.ID – Kasus mengejutkan mencuat di Bali setelah polisi membongkar sindikat kriminal yang melibatkan dua warga negara Rusia dan dua oknum staf Imigrasi. Mereka diduga melakukan penculikan, penganiayaan, serta pemerasan terhadap seorang warga negara asing (WNA) asal Rusia berinisial RS (42) di Jimbaran, Kuta Selatan, pada Kamis (10/7).
Dua pelaku asal Rusia, yakni Iurii Vitchenko (30) dan Ilia Shkutov (32), disebut sebagai bagian dari jaringan geng kriminal asal Rusia. Lebih ironis lagi, aksi kejahatan itu didukung dua oknum staf Imigrasi, Ernest Ezmail (24) dan Yopita Barinda Putri (24), yang justru memanfaatkan atribut instansi negara untuk menakut-nakuti korban.
Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya menjelaskan, sindikat ini beraksi dengan modus menjerat korban menggunakan lakban, memukulinya hingga berdarah, lalu mengancam akan membawa korban ke kantor Imigrasi dan mendeportasi jika tak menuruti perintah mereka. Korban juga dipaksa membuka ponsel, menyerahkan data pribadi, hingga ditodong uang sebesar USD 150.000 (sekitar Rp 2,4 miliar).
“Korban diancam dideportasi, dipenjara bahkan dibunuh bila tidak bekerja sama. Ia juga ditekan agar tidak melaporkan kasus ini,” ungkap Irjen Daniel dalam konferensi pers, Jumat (18/7).
Berbekal rekaman CCTV dan informasi kendaraan yang digunakan, tim Resmob Ditreskrimum Polda Bali menelusuri jejak para pelaku hingga ke Pelabuhan Lembar, NTB. Dari sana, dua WNA Rusia berhasil ditangkap saat berada di sebuah restoran di kawasan Central Kuta Mandalika, Senin (21/7). Penangkapan itu berlanjut dengan pengungkapan keterlibatan dua oknum staf Imigrasi.
Polisi kini masih memburu seorang pelaku lain berinisial GG, yang diduga sebagai otak sindikat ini. Dari hasil penyidikan, kelompok ini diyakini bukan hanya melakukan pemerasan, tetapi juga terlibat dalam jaringan narkoba, prostitusi WNA, hingga pencucian uang melalui aset kripto.
“Semua indikasi kejahatan sedang kami dalami. Para pelaku dijerat Pasal 170 KUHP dan/atau Pasal 351 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang pengeroyokan dan penganiayaan,” tegas Irjen Daniel. (*)