DESA ADAT BALI DIMANJA

Foto: tangkapan layar unggahan Sugi Lanus (kiri) dan foto Sugi Lanus (kanan).
Foto: tangkapan layar unggahan Sugi Lanus (kiri) dan foto Sugi Lanus (kanan).

Tulisan : Catatan Harian Sugi Lanus, 5 November 2025

BALINEWS.ID – Saya sering diajak orang tua menghadiri pertemuan adat, subak, pura, dan berbagai kegiatan desa lintas wilayah pada masa kecil, sekitar tahun 1985–1990. Saat itu tidak ada istilah bansos. Desa adat dan banjar berdiri tegak membangun apa saja dengan semangat gotong royong. Meski ekonomi lemah, masyarakat tetap mampu berjalan tegak, membayar piturunan (sumbangan desa) dengan penuh tanggung jawab.

Jalan berlubang diperbaiki sendiri. Pura yang perlu direnovasi dikerjakan bersama-sama. Setiap Sabtu dan Minggu warga bergiliran turun tangan. Tidak ada jiwa lemah yang memelas menjajakan proposal ke politisi. Bila ada sumbangan yang berpotensi menimbulkan perpecahan, langsung ditolak. Masyarakat berjalan dengan dada tegak. Begitulah dulu desa pakraman berdiri, kuat, mandiri, dan bermartabat.

BACA JUGA :  Truk Pengangkut BBM Terguling di Karangasem, Sopir Tewas Terjepit

Pada 4 Agustus 2023, saya pernah mengirim pesan WhatsApp kepada seorang pejabat yang paling bertanggung jawab di wilayahnya. Jawabannya terdengar seperti jenderal yang kalah perang—keok, melempem, tanpa sedikit pun menunjukkan kewiraan. Begitu rapuh sosok pemimpin wilayah itu. Celakanya, kerentanan itu juga menjalar pada masyarakat desa adat yang dipimpinnya: dimanja dengan uang.

Bagi kami yang pernah melihat orang tua memimpin desa pakraman dengan dada tegak, mendengar kalimat “desa adat di sana sudah dimanja dengan uang” terasa seperti dibanting ke tanah.

BACA JUGA :  1 Mei 2025, 100 Rumah Subsidi untuk Buruh Siap Diserahkan

Inilah contoh nyata kerapuhan Bali hari ini. Dari level teratas hingga akar rumput, semua menjadi lembek akibat dimanja. Masyarakat bermental ketergantungan pada bantuan, pada bansos, dan berbagai bentuk kemudahan instan lainnya.

Bagi kalian yang masih berisik di luar sana, terimalah kenyataan ini: hampir seluruh desa adat di Bali kini bermental anak manja. Mereka bergantung pada bantuan, bahkan tumbuh menjadi lembaga lobi yang pandai membujuk politisi. Para prajuritnya bukan lagi penggerak gotong royong, melainkan ahli membuat proposal ini dan itu. Jauh berbeda dengan desa pakraman dulu yang tegak berdiri di atas kemandirian.

BACA JUGA :  Karangasem Perangi Sampah dari Hulu: TPA Ditutup, Desa Wajib Bergerak

Seorang anak muda pernah menulis di kolom komentar: “Apakah selesai masalah lingkungan Bali hanya dengan mengambinghitamkan OSS? Bukankah kerusakan Bali terjadi karena desa adat dan pemerintahan Bali begitu rapuh menghadapi suap? Kita menyalahkan investor gelap, tetapi bukankah mereka yang kongkalikong dengan investor itu juga ber-KTP Bali? Bahkan tak jarang mereka disebut tokoh desa yang paling sering diboncengi investor.”

Saya sepakat. Desa adat yang manja tidak akan pernah bisa menyelamatkan Bali.
Apakah Bali kini siap menyerah, atau justru akan memilih jalan puputan?

(*)

Tag

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

guest
0 Comments
Newest
Oldest
Inline Feedbacks
View all comments

Breaking News

Informasi Lowongan Pekerjaan Terbaru Hari Ini

Baca Lainnya

NASIONAL, BALINEWS.ID - Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan keprihatinan dan keberatan lembaganya terhadap keputusan pemerintah yang menetapkan...
SEMARAPURA, BALINEWS.ID – Kebakaran kembali terjadi di wilayah Kabupaten Klungkung. Kali ini, sebuah rumah milik warga di Banjar...
DENPASAR, BALINEWS.ID – Di tengah tenangnya situasi pemberantasan korupsi di Pulau Dewata, sebuah kabar tak biasa mencuat dan...
JAKARTA, BALINEWS.ID – Kabupaten Klungkung kembali menorehkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI)...