GIANYAR, BALINEWS.ID – Di balik lanskap hijau nan permai Desa Taro, Tegalalang, Gianyar, tersembul kisah pilu sekaligus inspiratif dari seorang perempuan renta. Ni Nyoman Nadi (70), seorang janda, berjuang keras menopang hidup seorang diri dengan mengandalkan hasil hutan berupa kayu bakar dan dedaunan.
Ditemui di kediamannya yang sederhana, tatapan matanya memancarkan ketabahan meski jejak kehilangan terukir jelas di wajahnya. Suaminya telah lama berpulang, disusul kepergian putra semata wayangnya pada tahun 2003, meninggalkan Nenek Nadi dalam kesunyian seorang diri.
Rutinitas hariannya diisi dengan menyusuri kawasan hutan sekitar desa, mencari ranting dan kayu kering untuk dijual atau sekadar menghangatkan tubuh dan tungku dapurnya. Tak jarang, ia menyambangi kebun untuk memetik sayuran liar seperti pakis dan paku, menjadi penawar lapar di tengah keterbatasan.
“Kalau tidak ke hutan cari kayu, ya cari sayur di tegal. Yang penting bisa untuk makan, biar bisa tetap hidup,” tuturnya lirih. Hidup dalam kesunyian, tidak membuat semangat hidup sang nenek padam.
Menyadari kondisi Nenek Nadi, sebuah inisiatif kemanusiaan bertajuk “Berbagi Cinta dalam Diam” hadir memberikan oase kebaikan. Para relawan menyalurkan bantuan berupa paket sembako, sebuah simbol kepedulian dan uluran kasih dari para donatur. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban hidupnya sekaligus menjadi penanda bahwa ia tidaklah benar-benar sendiri dalam menjalani hari-hari.
Saat menerima bantuan, air mata haru tampak membendung di pelupuk mata Nenek Nadi. “Saya cuma bisa mengucapkan terima kasih,” katanya dengan suara bergetar.
Lebih dari sekadar bantuan materi, bingkisan tersebut membawa pesan kemanusiaan yang universal: di tengah kesunyian dan keterbatasan, uluran kasih sesama dapat menjadi sumber kekuatan dan harapan. Kisah Nenek Nadi di Desa Taro menjadi cerminan ketangguhan seorang lansia dan pentingnya kepekaan sosial di lingkungan sekitar. (bip)