DENPASAR, BALINEWS.ID – Politisi sekaligus mantan Komisioner KPU RI, Gusti Putu Artha, mengungkap dugaan adanya praktik mafia di balik kelangkaan gas elpiji 3 kilogram yang belakangan meresahkan masyarakat Bali.
Dalam unggahannya di media sosial, Putu Artha menyampaikan bahwa dirinya telah bertemu Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya untuk membicarakan persoalan ini.
“Kemarin siang saya menghadap Kapolda Bali. Dengan hangat kami berbincang seputar masalah yang dihadapi Bali termasuk soal kelangkaan gas elpiji 3 kg. Terhadap problem ini saya telah menyampaikan telaah kepada Kapolda untuk dapat digunakan sebagai pertimbangan,” tulisnya.
Ia menegaskan, akar persoalan kelangkaan gas melon bukan semata masalah distribusi, melainkan karena ulah mafia yang mengoplos dalam jumlah besar.
“Substansi utamanya adalah gas melon langka karena ulah mafia gas yang mengoplos dalam jumlah besar dengan ‘membajak’ jatah pangkalan atau sub pangkalan termasuk melibatkan agen dalam pelanggaran hukum ini,” ungkapnya.
Dalam investigasi ini, Putu Artha melibatkan lima mantan terpidana kasus pengoplosan gas, di mana dua orang di antaranya masih bekerja di sektor gas, tetapi tidak mengoplis lagi. Mereka diajak turun langsung ke lapangan untuk melacak situasi di sejumlah wilayah.
Hasil pantauannya menunjukkan aktivitas pengoplosan gas di beberapa daerah terhenti setelah dirinya bertemu Kapolda.
“Ternyata Badung dan Tabanan yang kemarin bekerja, semalam tak bekerja. Entah karena bocor isi pertemuan atau sebab lain. Gianyar bekerja,” ujarnya.
Namun, upaya investigasi tersebut tidak tanpa risiko. Putu Artha mengaku sempat mengalami insiden saat melintas di Desa Baha, Tabanan.
“Sepulang dari Tabanan saya kena insiden, motor ditendang di kegelapan Desa Baha. Syukur saya bisa tancap gas,” bebernya.
Lebih lanjut, ia menilai permasalahan mafia gas ini sangat serius dan membutuhkan campur tangan langsung Presiden Joko Widodo maupun gerakan masyarakat adat. “Satu temuan penting dalam kasus ini hingga pagi ini adalah (mengutip pertanyaan retoris pejabat Polda Bali), ‘Pak Putu tahu orang kuat di belakang ini?’ Akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa hanya Presiden Prabowo Subianto langsung atau gerakan massa krama adat di lokasi pengoplosan yang bisa menghentikan,” tandasnya.
Putu Artha juga menegaskan bahwa tindakannya murni untuk kepentingan publik, bukan karena motif finansial atau kepentingan pihak tertentu. “Atas nama Hyang Widhi dan Ida Batara Lelangit saya bersumpah saya terkutuk jika bergerak karena motif finansial,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerahkan bola panas persoalan ini kepada aparat kepolisian. “Saya telah bergerak. Saya telah memulai. Bola saya lempar ke Polda Bali. Silakan sebagai alat negara dieksekusi. Semoga penderitaan rakyat akan gas elpiji yang langka segera berakhir,” pungkasnya. (*)