DENPASAR, BALINEWS.ID — Penyusutan lahan pertanian di Bali akibat alih fungsi lahan untuk pembangunan sektor pariwisata dinilai harus disikapi dengan pemikiran inovatif agar ketahanan pangan daerah tetap terjaga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, Bali tercatat memiliki persentase tenaga kerja informal di sektor pertanian yang sangat tinggi, mencapai sekitar 91,47 persen.
Namun di sisi lain, luas lahan sawah di Bali terus mengalami penurunan signifikan. Jika pada 2019 luas sawah masih berada di kisaran 70 hingga 76 ribu hektare, kini menyusut menjadi sekitar 64 ribu hektare. Artinya, dalam lima tahun terakhir terjadi pengurangan lahan pertanian sekitar 6.000 hektare akibat masifnya pembangunan vila, hotel, dan perumahan. Kondisi ini berdampak langsung pada penurunan produksi pangan dan berpotensi melemahkan ketahanan pangan Bali.
Menanggapi persoalan tersebut, Dewa Usadha, Akademisi dari Bidang Akademik Magister Manajemen Inovasi (S2-MMI) Universitas Mahendradatta menegaskan bahwa masyarakat Bali tidak boleh patah semangat. Menurutnya, keterbatasan lahan justru harus dijadikan pemicu lahirnya inovasi di sektor pertanian.
“Situasi ini menuntut pemikiran inovatif agar sektor pertanian tetap bertahan dan produktif meski lahan semakin terbatas,” ujarnya.
Dewa Usadha mencontohkan inovasi pertanian yang diterapkan di Jepang. Negara tersebut memiliki topografi bergunung-gunung dengan sekitar 75 persen wilayahnya tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian. Lahan pertanian Jepang hanya berkisar 12 hingga 14 persen dari total wilayah, namun mampu menopang kebutuhan pangan masyarakatnya.
“Mau tidak mau, Jepang memaksa lahirnya inovasi agar swasembada pangan tetap tercapai. Mereka mengandalkan teknologi modern dan kebijakan pemerintah yang proaktif sehingga keterbatasan lahan justru menjadi keunggulan dalam sistem pertanian yang efisien dan produktif,” jelasnya.
Ditambahkan oleh Dr. Sedia selaku Pakar dari Bangli, penting adanya peran kebijakan pemerintah daerah dalam melestarikan lahan pertanian. Di Bali, salah satu upaya yang telah dilakukan adalah penerapan kebijakan Lahan Sawah Dilestarikan (LSD). Di Kabupaten Tabanan, model perlindungan lahan pertanian seperti Jatiluwih bahkan telah mendapat pengakuan UNESCO.
Selain itu, untuk lahan tadah hujan, Dewa Usadha mendorong optimalisasi bantuan pompa air agar petani tetap dapat melakukan panen dan tidak tergoda mengalihfungsikan lahannya. Sementara bagi wilayah dengan lahan terbatas, masyarakat diharapkan mulai mengadopsi pola pertanian modern seperti yang diterapkan di Jepang, termasuk memanfaatkan pekarangan rumah melalui sistem tabulampot atau pertanian skala kecil yang inovatif.
“Inovasi-inovasi sederhana ini diharapkan tumbuh dari masyarakat agar pertanian Bali tetap hidup dan berkelanjutan,” tegasnya. (*)

