GIANYAR, BALINEWS.ID – Bencana banjir yang melanda Bali belakangan ini mendapat sorotan tajam dari Ketua Yayasan Mandhara Research Indonesia (MRI) Ida Bagus Sukarya. Pria yang tinggal di Kota Gianyar itu menilai banjir yang terjadi adalah akibat dari salah urus Daerah Aliran Sungai (DAS) dan menuding Pemerintah Provinsi Bali terlambat mengambil langkah antisipasi.
Menurut Sukarya, pihaknya sudah mengajukan ringkasan program terkait perbaikan DAS kepada Gubernur I Wayan Koster sejak pertengahan Agustus lalu. Namun, hingga kini belum ada tanggapan.
“Semenjak pertengahan Agustus, kami sudah mengajukan ringkasan program tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) kepada Gubernur Koster, namun sampai hari ini belum ada respons. Terlanjur banjir,” tegas Sukarya, Senin (15/9).
Sukarya menegaskan, persoalan banjir di Bali tidak bisa dilepaskan dari kerusakan DAS yang seharusnya menjadi penopang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, MRI bersama kelompok Petani Pakerisan menyatakan siap berdebat dengan Gubernur Koster untuk membahas penanganan banjir yang lebih serius.
Sebagai solusi, MRI telah menyiapkan konsep Pembangunan Ekonomi Berbasis DAS Pakerisan: Pemberdayaan Masyarakat dan Konservasi Lingkungan. Dalam konsep ini, DAS Pakerisan dipandang tidak hanya sebagai sistem hidrologis, melainkan juga sebagai ekosistem vital yang menopang aktivitas ekonomi dan sosial.
DAS Pakerisan sendiri mengaliri sawah-sawah melalui sistem irigasi Subak, yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia. Sukarya menekankan bahwa Subak bukan sekadar organisasi petani pengelola air, tetapi juga lembaga sosial-religius yang berperan besar dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Pengelolaan yang baik di hulu DAS sangat penting. Itu bisa dioptimalkan melalui program perhutanan sosial,” ujarnya.
Beberapa strategi yang diusulkan oleh MRI antara lain:
- Penguatan kelembagaan Subak agar menjadi lembaga ekonomi dan pelestari budaya.
- Penguatan infrastruktur seperti rehabilitasi saluran irigasi, pembangunan jalan usaha tani, dan balai Subak.
- Pengelolaan kualitas tanah dengan peningkatan kandungan organik dan penerapan teknologi pertanian modern.
Selain itu, MRI juga merekomendasikan pemanfaatan bambu di kawasan DAS sebagai bahan konservasi tanah dan air, sekaligus sebagai peluang ekonomi baru. Penataan DAS yang melibatkan Subak, Desa Adat, dan Desa Dinas juga berpotensi menjadi daya tarik wisata budaya dan alam.
“Kalau DAS diurus dengan benar, kita bisa cegah banjir, jaga budaya, sekaligus tingkatkan ekonomi masyarakat,” pungkas Sukarya. Ia meyakini, pembangunan ekonomi Bali hanya akan berkelanjutan jika pengelolaan DAS dipandang sebagai satu kesatuan ekologis, sosial, dan budaya.