Nasional, Balinews.id – Kondisi gizi anak-anak Indonesia masih sangat memprihatinkan, terutama di kalangan keluarga miskin. Mayoritas bayi yang lahir setiap menitnya di Indonesia berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi lemah, yang kesulitan memenuhi kebutuhan gizi seimbang.
Setiap satu menit, terdapat enam bayi lahir di Indonesia, dan sebagian besar di antaranya lahir dari keluarga miskin dan rentan. Fakta ini diungkapkan oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Ia menyampaikan bahwa pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat dan diperkirakan akan mencapai 324 juta jiwa pada tahun 2045.
“Penduduk Indonesia terus bertambah sampai sekarang. Setiap 1 menit ada 6 bayi yang baru lahir, 3 juta bayi per tahun dan akan tumbuh mencapai 324 juta di tahun 2045 mendatang,” ujar Dadan, Senin (20/5/ 25).
Menurutnya, sebagian besar pertumbuhan penduduk berasal dari kelompok miskin. Berdasarkan data yang dipaparkan, keluarga miskin dan rentan miskin memiliki rata-rata anggota keluarga lebih besar dibandingkan kelas menengah dan atas.
“Artinya, kalau ada 100 keluarga miskin dan rentan miskin, maka 56 keluarga anaknya 3 orang, sedangkan 44 keluarga anaknya 2 orang. Jadi, itulah sumber pertumbuhan penduduk Indonesia,” jelasnya.
Kondisi ini berdampak langsung pada kualitas gizi anak-anak. Hasil uji coba program pemenuhan gizi menunjukkan bahwa 60 persen anak penerima manfaat tidak pernah mengenal menu gizi seimbang. Mayoritas dari mereka hanya mengonsumsi karbohidrat seperti nasi dengan mi, kerupuk, atau gorengan.
“Kemampuan ekonomi inilah yang menyebabkan 60 persen anak ini tak mampu mengakses makan dengan gizi seimbang,” ungkap Dadan.
Ia menambahkan bahwa daging atau susu jarang dikonsumsi oleh anak-anak dari keluarga miskin. Misalnya, makan daging sapi hanya terjadi saat Idul Adha, ayam sebulan sekali, dan telur seminggu sekali.
Masalah gizi ini, jika tidak segera diintervensi, dikhawatirkan akan mengancam kualitas bonus demografi Indonesia pada 2045.
“Apabila anak-anak ini tidak diintervensi dengan gizi seimbang, maka dikhawatirkan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi. Tetapi dengan kualitas rendah,” pungkas Dadan. (*)