Makna Sugihan Jawa dan Bali: Ritual Suci Memelihara Kesucian Diri dan Alam Semesta

Share:

Ilustrasi persembahyangan. (Foto: Kecamatan Seririt)
Ilustrasi persembahyangan. (Foto: Kecamatan Seririt)

BALINEWS.ID – Setiap enam bulan sekali dalam kalender Bali, umat Hindu merayakan Hari Raya Sugihan, sebuah peristiwa suci yang dipenuhi dengan makna tentang penyucian diri dan penghormatan terhadap leluhur.

Ritual ini tidak sekadar serangkaian upacara dan pembakaran dupa yang harum. Di baliknya, Sugihan adalah cerita tentang manusia yang berjuang untuk mempertahankan identitasnya dalam arus zaman yang terus berubah.

Sugihan terbagi menjadi Sugihan Jawa, yang jatuh pada Kamis Wage Wuku Sungsang, dan Sugihan Bali yang menyusul keesokan harinya. Meskipun disebut “Jawa” dan “Bali”, istilah ini lebih merujuk pada makna filosofis daripada geografis.

BACA JUGA :  Simak Jadwal Cuti Bersama dan Libur Sekolah Lebaran 2025 Terbaru

Dikutip laman Desa Menyawali, Buleleng, Sugihan Jawa dikenal fokus pada penyucian makrokosmos atau alam semesta, yang dilambangkan dengan upacara banten pengerebuan dan prayasita yang menghormati Ida Batara, leluhur, dan dewa-dewa yang bersemayam di palinggih atau pura. Dipercaya bahwa dalam sugihan ini, dewa-dewa turun untuk menerima persembahan yang disiapkan.

Di sisi lain, sugihan Bali lebih menitikberatkan pada penyucian mikrokosmos atau diri sendiri. Pendekatan ini meliputi pembersihan fisik dengan menghilangkan kotoran dunia maya melalui ritual ngererata atau mabulung, serta pembersihan rohani melalui yoga semadi untuk membersihkan suksma sarira dan antahkarana sarira. Tujuannya adalah untuk mencapai kesucian batin dengan menahan diri dari godaan indria.

BACA JUGA :  Lagi Trending! Ini Lirik Tresna Butuh Materi-Mr Rayen Ft Omang Verly 

Namun, di tengah arus modernisasi dan gaya hidup yang semakin cepat, makna Sugihan mulai memudar di kalangan generasi muda. Banyak dari mereka mengenal Hari Raya ini hanya sebagai bagian dari serangkaian perayaan Galungan tanpa memahami esensi sebenarnya.

Sugihan juga menjadi simbol perjuangan masyarakat Bali dalam menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan, sesuai dengan konsep Tri Hita Karana yang menjadi filosofi hidup di Pulau Dewata. (*)

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Lainnya

DENPASAR, BALINEWS.ID – Kisah tragis pembunuhan juru parkir difabel di Taman Pancing, Denpasar, akhirnya mencapai babak akhir di...

BANGLI, BALINEWS.ID – Menyikapi informasi yang berkembang di media sosial maupun sejumlah media daring mengenai adanya bekas galian...

BANGLI, BALINEWS.ID – Warga Desa Adat Tiga dan Desa Adat Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, digegerkan dengan temuan...

DENPASAR, BALINEWS.ID – Pemandangan mengharukan tersaji di ruang sidang Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (22/5/2025), saat seorang nenek berusia...

Breaking News

Berita Terbaru
DIY
SBY
BCL
Art
SMP
PAW
IKN
PHK
NIK
USG
Pil
ATM
atv
DPR
AHY
kos
PSN
IU
PKB
ASN
KPK
BNN
PAD
TKP
KAI
SEO
BSN
Tas
lpd
5km
Run
Sar
UKT
tni
bkk
PLN
api
KTP
KEK
MoU
Kue
WNA
PMK
BPS