KLUNGKUNG, BALINEWS.ID – Kondisi petani di Subak Tohpati, Desa Tohpati, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, kian memprihatinkan. Mereka harus menghadapi kekeringan berkepanjangan, kerusakan infrastruktur pertanian, hingga beban biaya upacara yadnya yang kian mencekik.
Seluas 25 hektare lahan sawah di wilayah tersebut kini terbengkalai, ditumbuhi ilalang dan semak belukar akibat kekeringan yang telah berlangsung selama lebih dari lima tahun. Keluhan ini disampaikan langsung oleh Kelihan Subak Tohpati, Nengah Sudana, saat ditemui di Tempek Wanasari, Selasa (10/6/2025).
“Kekeringan ini bukan karena air di hulu tidak ada, tapi karena terowongan saluran irigasi di wilayah kami jebol. Padahal aliran air dari Tembuku masih sangat lancar,” jelas Sudana.
Permasalahan ini sebenarnya sudah lama dilaporkan ke Dinas PU Provinsi Bali dan Dinas PU Kabupaten Klungkung. Bahkan, beberapa pejabat disebut telah meninjau lokasi. Namun hingga kini, belum ada tindak lanjut nyata dalam bentuk perbaikan.
Kondisi tersebut memaksa sebagian petani meninggalkan lahannya dan beralih profesi sebagai buruh bangunan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tak hanya soal lahan, fasilitas pendukung aktivitas subak pun mengalami kerusakan. Bale Subak, yang menjadi tempat berkumpul dan bermusyawarah para petani, kini dalam kondisi memprihatinkan. Atap asbes yang bocor dan lantai licin akibat lumut membuat kegiatan pertemuan sering terganggu.
“Waktu itu, rapat bubar karena hujan deras, air langsung masuk dari atap yang bocor,” ujar Sudana.
Sebagai Kelihan Subak yang baru kembali terpilih, Sudana juga menyoroti beban besar yang harus ditanggung petani dalam melaksanakan berbagai upacara subak, seperti pujawali di Pura Subak, magpag toya, ngemping, hingga ngemak. Sementara itu, bantuan dari Pemprov Bali yang hanya Rp15 juta per tahun dinilai jauh dari mencukupi. Untuk satu kali pujawali saja, biaya yang dibutuhkan bisa mencapai Rp30 juta, sedangkan upacara dilaksanakan dua kali dalam setahun.
“Kalau harus tarik iuran, kasihan petani. Mereka sudah berat menanggung biaya bajak, tanam, pupuk, dan bibit yang semuanya mahal,” imbuhnya.
Sudana berharap agar Pemkab Klungkung dan Pemprov Bali segera melakukan perbaikan saluran irigasi dan merenovasi Bale Subak. Ia juga mendorong agar dana dari sektor pariwisata dapat dialokasikan lebih besar bagi keberlangsungan subak, yang merupakan sistem warisan budaya sekaligus penopang ketahanan pangan Bali.
“Bagaimana subak bisa mendukung pariwisata dan ketahanan pangan kalau infrastrukturnya rusak dan petaninya terus terpinggirkan?” tutup dia. (bip)