BADUNG, BALINEWS.ID – Puluhan pekerja dari berbagai sektor industri di Bali yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Rakyat Bali menggelar aksi damai bertajuk “Lawan Union Busting, Tuntut Perlindungan Nyata Hak-Hak Pekerja Bali” di Wantilan Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Rabu pagi (30/4). Aksi ini menjadi sorotan karena menyuarakan keresahan para pekerja terhadap praktik ketenagakerjaan yang dinilai tidak adil, khususnya di sektor pariwisata.
Satu per satu perwakilan pekerja menyampaikan tuntutan mereka dengan suara lantang namun tertib. Mereka menuntut penghapusan praktik union busting, serta perlindungan menyeluruh terhadap pekerja kontrak dan harian lepas (daily worker) yang dinilai rentan terhadap eksploitasi dan ketidakpastian dalam bekerja.
Menurut para peserta aksi, menjamurnya usaha akomodasi di Bali seperti hostel, guest house, hotel, dan vila memicu persaingan usaha yang sangat ketat. Akibatnya, banyak pengusaha menekan biaya operasional dengan mengurangi jumlah karyawan tetap dan menggantinya dengan sistem pekerja waktu tertentu, termasuk pekerja kontrak dan harian lepas.
Namun yang menjadi sorotan, para daily worker ini kerap kali tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, meskipun mereka melakukan pekerjaan yang sama dan berisiko tinggi layaknya karyawan tetap.
“Pekerja kontrak ataupun harian wajib mendapatkan jaminan sosial. Tapi jika pembinaan dari pemerintah lemah, di situlah perusahaan mudah melakukan pelanggaran,” ujar Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, mewakili peserta aksi.
Tak hanya soal jaminan sosial, para pekerja juga mengeluhkan ketidakjelasan durasi kontrak kerja, yang membuat mereka sulit merencanakan masa depan. Banyak dari mereka bekerja selama bertahun-tahun namun tetap berstatus “pekerja harian”, tanpa kepastian karier maupun kesejahteraan.
“Jangan sampai Pulau Bali menjadi surganya pekerja kontrak! jangan sampai pekerja di Bali hanya menjadi daily worker,” tegas Dewa Rai.
Aksi damai ini disambut baik oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, I Putu Eka Merthawan, yang secara terbuka mendukung aspirasi para pekerja. Ia mengakui bahwa regulasi terkait jaminan sosial bagi pekerja non-permanen perlu diperkuat dan disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan.
“Daily worker itu juga pekerja, punya risiko yang sama. Kalau mereka tidak dilindungi oleh jamsostek dan terjadi kecelakaan kerja, maka pemerintah yang akan kena dampaknya karena tak bisa memberikan bantuan,” ujar Merthawan.
Ia juga menyinggung praktik pemagangan yang sering disalahgunakan oleh perusahaan hanya untuk mendapatkan tenaga kerja murah tanpa tanggung jawab sosial.
“Kami tidak ingin perusahaan hanya enaknya saja. Mereka juga harus ikut melindungi para pekerja pemagang,”
Aliansi Perjuangan Rakyat Bali mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk merevisi peraturan perundangan yang longgar terhadap praktik kerja kontrak, serta memperkuat pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan pelanggar. Mereka juga meminta agar perusahaan menghentikan praktik pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Mereka menuntut agar buruh yang di-PHK secara sewenang-wenang segera dipekerjakan kembali sebagai bentuk keadilan.
Dengan aksi ini, para pekerja berharap suara mereka bisa menjadi pemantik perubahan nyata, demi menciptakan iklim kerja yang adil, aman, dan sejahtera di Bali, khususnya di tengah geliat industri pariwisata yang kembali pulih pascapandemi. (*)