KLUNGKUNG, BALINEWS.ID – Rencana pembangunan akomodasi wisata di kawasan Bukit Tengah, Desa Pesinggahan, Kecamatan Dawan, Klungkung, memicu kekhawatiran warga. Proyek yang berada di atas area suci Pura Goa Lawah—salah satu pura khayangan jagat yang disakralkan umat Hindu—menimbulkan pertanyaan terkait potensi pelanggaran nilai-nilai kesucian kawasan tersebut.
Pantauan di lapangan menunjukkan sejumlah alat berat telah mulai beroperasi, meskipun belum ada informasi resmi mengenai jenis bangunan yang akan didirikan. Warga mulai menyuarakan keresahan, dan media sosial pun ramai dengan kritik atas potensi gangguan spiritual dan kultural di kawasan suci tersebut.
Bendesa Pura Goa Lawah, I Putu Juliadi, saat dikonfirmasi menyatakan belum menerima pemberitahuan resmi terkait proyek tersebut. Ia menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat guna mencegah kesalahpahaman dan polemik, sebagaimana pernah terjadi pada pembangunan tempat yoga di sisi timur pura beberapa waktu lalu.
“Sosialisasi sangat penting agar masyarakat memahami dengan jelas tujuan dan bentuk pembangunan. Jangan sampai menimbulkan keresahan seperti sebelumnya,” ujar Juliadi.
Sementara itu, Perbekel Desa Pesinggahan, I Nyoman Suastika, mengklarifikasi bahwa proyek yang dimaksud adalah pembangunan bumi perkemahan di atas lahan pribadi seluas 40 are, milik warga lokal asal Padangbai.
“Ini bukan proyek investor luar Bali. Pemiliknya warga lokal, dan tujuan pembangunan ini adalah untuk mengembangkan potensi desa serta meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD),” kata Suastika.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 2 Tahun 2017 tentang Penetapan Desa Wisata, Desa Pesinggahan memang memiliki kewenangan untuk mengembangkan potensi pariwisata. Namun demikian, pembangunan tetap harus mengikuti ketentuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), termasuk larangan pembangunan di zona inti timur dan barat Pura Goa Lawah.
“Pembangunan ini tidak boleh bertingkat, dan harus mengikuti estetika lokal seperti model joglo. Hal ini sudah dibahas dan disepakati dalam rapat bersama prajuru adat, BPD, tokoh masyarakat, serta anggota DPRD yang juga merupakan kelian adat,” imbuhnya.
Terkait perizinan, Suastika menegaskan bahwa prosesnya masih dalam tahap pengurusan. Pemerintah desa menyerahkan keputusan akhir kepada dinas teknis yang berwenang.
“Kalau izin tidak diberikan, pemilik lahan siap menghentikan pembangunan. Tapi perlu ada kejelasan alasan penolakan. Kenapa di lokasi lain, seperti dekat Pura Dalem Ped, pembangunan villa bisa diizinkan?” ujarnya menambahkan. (bip)