GLOBAL, BALINEWS.ID – Presiden AS Donald Trump menarik visa ratusan mahasiswa asing dan menghentikan penyaluran dana ke kampus yang membiarkan aksi demontrasi pro-Palestina.
Keputusan itu diambil setelah banyak mahasiswa menggelar aksi demo di kampus-kampus AS untuk mendukung kemerdekaan Palestina.
Salah satu kasus yang mencuat adalah Mahmoud Khalil, mantan mahasiswa Universitas Columbia, yang sekarang ditahan di fasilitas imigrasi Louisiana setelah visanya dicabut akibat partisipasinya dalam demonstrasi pro-Palestina.
Kasus serupa dialami oleh Rumeysa Ozturk dari Universitas Tufts, yang visanya dibatalkan setelah menulis kritik terhadap serangan di Gaza di majalah kampus.
Reaksi terhadap kebijakan ini sangat keras, dengan beberapa pihak seperti para jaksa agung menuduh Trump telah menyalahgunakan sistem imigrasi untuk membatasi kebebasan berbicara yang dijamin oleh Konstitusi AS. Profesor Robert Cohen dari New York University menilai kebijakan ini sebagai upaya tersembunyi untuk mengekang kritik.
Namun, kritik tidak hanya terbatas pada kasus-kasus yang terkenal. Kasus seperti Krish Isserdasani, mahasiswa asal India di Universitas Wisconsin-Madison, yang kehilangan visa meskipun hanya ditahan atas tuduhan ringan yang tidak ditindaklanjuti, menunjukkan dampak luas kebijakan ini.
Universitas-universitas besar di AS melaporkan bahwa pencabutan visa ini tidak hanya menimpa mahasiswa dengan kasus serius, tetapi juga mereka dengan kasus yang ringan atau bahkan tanpa alasan jelas. Universitas Wisconsin mencatat setidaknya 40 kasus pencabutan visa, termasuk 26 di Universitas Wisconsin-Madison saja.
Sebanyak 20 jaksa agung negara bagian di Amerika Serikat telah mengeluarkan perintah darurat untuk melarang otoritas imigrasi mencabut visa ratusan mahasiswa internasional. Langkah ini datang sebagai respons terhadap keputusan pemerintah sebelumnya yang menyebabkan sekitar 700 mahasiswa kehilangan status visa mereka, seperti yang dilaporkan USA Today pada Jumat (11/4/2025).
Dalam dokumen hukum yang diajukan, jaksa agung menegaskan bahwa beberapa mahasiswa bahkan dipaksa meninggalkan AS menjelang kelulusan mereka. Keputusan ini mengikuti kebijakan pemerintahan Donald Trump yang sebelumnya menargetkan mahasiswa yang dianggap memiliki pandangan pro-Palestina.
Di tengah ketidakpastian ini, asosiasi pendidikan tinggi seperti American Council on Education telah meminta penjelasan resmi dari pemerintah mengenai proses pengambilan keputusan terkait pembatalan visa ini.
Beberapa organisasi hak sipil, termasuk American Civil Liberties Union (ACLU), telah mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan di beberapa negara bagian untuk membela hak-hak mahasiswa internasional yang terkena dampak kebijakan ini. (*)