JAKARTA, BALINEWS.ID – M Bloc Space bergemuruh pada 22 Februari 2025. “Sonic/Panic Jakarta” sukses digelar, menyatukan musik dan aksi nyata dalam menghadapi krisis lingkungan yang kian mendesak. Lebih dari 500 penonton hadir, menyaksikan kolaborasi epik dari Navicula, Efek Rumah Kaca, Voice of Baceprot, Barasuara, Petra Sihombing, dan sederet musisi papan atas Indonesia lainnya.
Acara yang diinisiasi oleh IKLIM (The Indonesian Climate Communications, Arts & Music Lab) dan M Bloc Entertainment ini, mengusung tema “Hutan Punah, Kota Musnah”. Lebih dari sekadar konser musik, “Sonic/Panic Jakarta” menjadi wadah bagi para musisi untuk menyuarakan keresahan mereka terhadap isu lingkungan dan kondisi sosial-politik yang tengah memanas di Indonesia.
Dari segi musikalitas, “Sonic/Panic Jakarta” menyajikan pertunjukan yang memukau. Reuni Efek Rumah Kaca dengan mantan personelnya, Adrian Yunan, menjadi momen nostalgia yang tak terlupakan. Panggung semakin meriah dengan kolaborasi bersama Robi Navicula, Iga Massardi, Petra Sihombing, dan Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa. Penampilan Petra Sihombing dan Matter Mos juga diramaikan oleh kehadiran Teddy Adhitya.

Iga Massardi, musisi yang terlibat dalam album kompilasi “Sonic/Panic” pertama, mengungkapkan pengalamannya, “Proses menciptakan lagu untuk acara ini terasa berbeda. Saya semakin terdorong untuk membahas isu-isu nyata dan memiliki dasar yang kuat. Kesadaran akan dampak konsumsi sehari-hari juga memengaruhi proses kreatif saya.”
Suara Perlawanan di Tengah Pembatasan Ekspresi
“Sonic/Panic Jakarta” hadir di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap kebijakan yang berpotensi memperparah eksploitasi sumber daya alam dan pembatasan kebebasan berekspresi. Tagar #IndonesiaGelap, yang mencerminkan keresahan publik, menjadi latar belakang kuat bagi para musisi untuk menyuarakan perlawanan melalui karya mereka.
“Musik adalah alat perlawanan yang ampuh. Kami tidak akan berhenti menyuarakan kebenaran, meskipun ada tekanan,” ujar salah satu musisi yang tampil.

Acara ini tidak hanya menyuarakan isu lingkungan, tetapi juga menerapkan praktik berkelanjutan dalam penyelenggaraannya. “Sonic/Panic Jakarta” menyediakan water refill station untuk mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai. Makanan dan minuman disajikan dalam wadah yang dapat didaur ulang, dan gelang panitia dibuat dari kain perca.
“Kami ingin menunjukkan bahwa industri musik dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan,” kata salah satu panitia.
“Sonic/Panic Jakarta” juga bertujuan untuk memperluas jangkauan pesan krisis iklim melalui lagu-lagu dari album “Sonic/Panic” dan “Sonic/Panic Vol. 2”. Album kompilasi ini melibatkan 28 musisi dari berbagai genre, yang menyuarakan keprihatinan dan harapan mereka terhadap masa depan bumi.
“Kami berharap, musik dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan lebih banyak orang dalam perjuangan melawan krisis iklim,” ujar Brigita Olga, perwakilan dari IKLIM.
Album “Sonic/Panic” dan “Sonic/Panic Vol. 2” dapat didengarkan di seluruh platform musik digital. Dengan energi dan semangat yang terbangun di Jakarta, para musisi yang tergabung dalam inisiatif IKLIM akan terus bergerak, menyuarakan pesan-pesan penting melalui musik mereka.
Tentang IKLIM, Sonic/Panic, dan MDE Indonesia
IKLIM adalah kolektif musisi dan seniman yang peduli terhadap isu iklim. Album “Sonic/Panic” dan “Sonic/Panic Vol. 2” merupakan kompilasi multi-genre yang menyuarakan aksi iklim. MDE Indonesia adalah bagian dari gerakan global yang berkomitmen untuk melindungi bumi.
Dengan suksesnya “Sonic/Panic Jakarta”, diharapkan semakin banyak musisi dan masyarakat yang tergerak untuk peduli dan bertindak dalam menghadapi krisis iklim dan isu-isu sosial lainnya. (WIJ/Rls)