KARANGASEM, BALINEWS.ID – Dua bersaudara dari Banjar Dinas Tihingan Kauh, Desa Bebandem, Karangasem, kini menjalani masa kecil yang tidak biasa. Gede Agus Sukmawan (13) dan adiknya, Kadek Junartawan (9), harus menahan rasa sakit dari suntikan insulin sebanyak lima kali sehari. Keduanya didiagnosis mengidap diabetes tipe 1 sejak dua tahun lalu—penyakit yang tak pernah mereka bayangkan akan hadir dalam hidup mereka.
Awalnya, gejala tak begitu kentara. Berat badan Junartawan tiba-tiba menurun drastis saat duduk di bangku kelas 2 SD. Hingga suatu hari ia jatuh tak sadarkan diri. Saat dibawa ke rumah sakit, sempat diduga cacar air. Namun hasil tes darah mengejutkan: kadar gula darahnya lebih dari 1000 mg/dL—angka yang sangat tinggi bahkan untuk orang dewasa.
Tak lama berselang, sang kakak, Gede Agus, yang kala itu masih kelas 5 SD, menunjukkan gejala serupa. Setelah diperiksa, kadar gulanya juga sangat tinggi, mencapai 500 mg/dL. Kini, penglihatannya mulai terganggu dan ia didiagnosis mengarah ke glaukoma. Gede harus rutin berobat ke RS Bali Mandara untuk mencegah kehilangan penglihatan sepenuhnya.
“Kalau membaca itu sudah mulai buram. Pakai kacamata pun masih sulit,” kata Gede lirih, menatap kosong ke arah depan. Ia akan genap 13 tahun bulan Agustus nanti, namun usianya kini lebih banyak ia habiskan di ruang rawat jalan daripada di lapangan bermain.
Di balik keteguhan dua anak ini, berdiri sepasang orang tua yang terus berjuang dalam senyap. I Wayan Manis (44), sang ayah, bekerja sebagai buruh pembuat cetakan beton. Ibunya, Ni Luh Sukani (42), membantu sebagai tukang ulat besi—pekerjaan yang hasilnya tak menentu. Untuk membawa anak-anak ke rumah sakit yang berjarak puluhan kilometer, mereka harus meminjam kendaraan dari tetangga atau kerabat.
“Kami tidak tahu kenapa bisa terjadi. Di keluarga tidak ada riwayat diabetes,” ujar Ni Luh Sukani dengan suara pelan. Matanya tampak lelah, tapi penuh kasih.
Yang dahulu adalah hari-hari ceria penuh tawa dan tarian Bali, kini berganti dengan jadwal suntikan, pemeriksaan kadar gula, dan perjalanan ke rumah sakit. Namun Gede dan Junartawan tetap tersenyum.