NASIONAL, BALINEWS.ID – Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 secara resmi menetapkan bahwa mulai 2029, Pemilu nasional dan Pemilu daerah harus digelar secara terpisah. Pemilu nasional akan memilih presiden dan wakil presiden, DPR RI, serta DPD. Sementara itu, Pemilu daerah akan mencakup pemilihan DPRD provinsi, kabupaten/kota, dan kepala daerah yang diselenggarakan paling cepat dua tahun dan paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan hasil pemilu nasional.
Jika pemilu nasional diadakan pada 2029, pemilu daerah baru akan terjadi antara 2031 dan pertengahan 2032, memungkinkan jabatan DPRD dari Pemilu 2024 mencapai tujuh tahun tanpa pemilu baru. Hal ini dianggap melanggar prinsip dasar pemilu lima tahunan sesuai UUD 1945.
“Mungkinkah jabatan DPRD dikosongkan? tentu tidak, namun jika diperpanjang lagi dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan, maka jabatan DPRD menjadi 7 tahun tanpa ada melalui mekanisme pemilu dan inilah yang berpotensi bertentangan dengan pasal 22E UUD 1945, ” ujar I Nyoman Parta, anggota DPR RI Fraksi PDIP.
Lebih lanjut, Parta menyoroti bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, meskipun kontroversial atau dianggap inkonstitusional. Ia mengingatkan bahwa kewenangan MK seharusnya hanya membatasi diri pada menguji undang-undang terhadap UUD, bukan menciptakan norma baru yang bertentangan dengan konstitusi.
“Konflik norma berikutnya sifat dari putusan MK yang final dan mengikat. Jika putusan MK harus dilaksanakan, karena sifatnya itu walau bagaimanapun kontroversialnya bahkan ada yang menyebut inkonstitusional sekalipun, harus tetap dilaksanakan,” tegasnya. (*)