GIANYAR, BALINEWS.ID – Pemerintah Kabupaten Gianyar bersama Forkopimda dan para pekaseh (pemimpin Subak) menggelar rapat koordinasi guna membahas upaya penanggulangan hama tikus yang semakin mengancam hasil panen petani. Dalam pertemuan di Kantor Bupati pada Selasa (13/5/2025) , berbagai aspirasi dan laporan lapangan disampaikan langsung oleh para pekaseh yang terdampak.
I Made Silakrana, perwakilan pekaseh dari Tampaksiring, mengungkapkan bahwa serangan hama tikus telah meluas ke sejumlah Subak di wilayahnya. “Di Tampaksiring ada sekitar 55 Subak. Serangan tikus bisa mencapai 80 persen, bahkan disertai serangan jamur. Kami sudah melakukan upaya secara niskala, seperti persembahyangan dan upacara sebelum masa tanam, yang sedikit banyak membantu mengurangi populasi tikus,” jelasnya.
Hal senada disampaikan oleh I Made Mudana dari Subak Dajan Angkling, Babakan. Ia mencatat kerugian akibat gagal panen mencapai 4 hektare atau sekitar 30 persen dari total 40 hektare lahan garapan. “Kami sempat menerima bantuan racun tikus dari Pemerintah Provinsi Bali pada Maret 2025, yang cukup membantu mengendalikan populasi,” katanya.
Sementara itu, dari akedemisi Prof. I Wayan Supartha dan Prof. Dewa Ngurah Supraptha memberikan pandangan sekaligus rekomendasinya untuk langkah-langkah yang harus diambil.
Prof. Supartha menekankan bahwa penyebab utama lonjakan populasi tikus ialah daya reproduksi tikus yang tinggi. Satu ekor tikus bisa beranak seratusan dalam setahun, siklus hidup yang panjang serta adaptasi yang baik. Faktor lainnya seperti musuh alami yang sudah berkurang seperti ular dan burung hantu serta ketersediaan makanan yang selalu ada.
“Faktor ekstrinsiknya yaitu ketersediaan makanan yang selalu ada, hal ini juga menyebabkan lonjakan populasi karena tikus dapat berkembangbiak dengan cepat ditambah ketersediaan pakannya ada. Ketersediaan makanan melimpah bagi tikus karena sistem tanam yang bergiliran dalam satu subak, atau tulak sumur bukan kerta masa atau menanam padi secara serentak,” paparnya.
Prof. Supartha juga menyayangkan kurangnya pemantauan secara teratur yang dilakukan di sawah sehingga pengendalian hama tidak dilakukan mulai dari awal. Dirinya juga menyarankan agar Bupati Gianyar meningkatkan kapasitas petani sebagai ahli penyakit hama tumbuhan mengingat petani lebih memahami kejadian di lapangan sehingga pemantauan dan penangannanya dapat dilakukan dengan cepat.
Sebagai kesimpulan atau rekomendasi, Prof. Supartha menyarankan agar pengendalian hama tikus pada saat padi masa vegetatif perlu sanitasi lingkungan dan kimia (Rodentisida).
“Saya sarankan demikian karena cukup efektif mengingat tikus sudah mulai melakukan penyerangan pada vase vegetative dan merusak batang padi. Sebelum diberikan umpan beracun sebaiknya dilakukan perumpanan pendahuluan untuk membiasakan tuikus makan umpan tanpa racun selama 2 sampai 3 hari,” jelasnya.
Kapolres Gianyar, AKBP Umar, turut memberikan keterangan bahwa pihak kepolisian telah menerima laporan dari jajaran Bhabinkamtibmas dan Polsek terkait dampak hama tikus terhadap hasil pertanian. “Laporan tersebut sudah kami teruskan ke Satgas Pangan dan telah ditindaklanjuti dengan cepat. Salah satu langkah yang kami dorong adalah pemanfaatan predator alami,” ujarnya.
Menurut AKBP Umar, pemanfaatan burung pemangsa seperti elang, alap-alap, dan terutama burung hantu dapat menjadi solusi jangka panjang yang ramah lingkungan. “Burung hantu sangat efektif karena aktif berburu pada malam hari, saat tikus keluar mencari makan,” tambahnya.
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Bupati Gianyar, I Made Mahayastra, menyimpulkan akan dilakukan sejumlah upaya. “Kami segera memberikan bantuan kepada petani untuk pengadaan Rodentisida dan meminta bantuan TNI/Polri agar masalah petani segera bisa terselesaikan,” ujarnya.
Dari sisi niskala, digelar upacara sesuai saran PHDI. “Akan melaksanakan upacara keagamaan secara Hindu untuk memohon agar hama tikus dapat dikendalikan,” tutup dia. (bip)