DENPASAR, BALINEWS.ID – Direktorat Reserse Siber Polda Bali membongkar praktik penjualan data pribadi setelah menggerebek sebuah rumah di Jalan Batas Dukuh Sari Gang Cendrawasih, Sesetan, Denpasar Selatan. Dalam operasi tersebut, enam orang ditangkap. Mereka diduga terlibat dalam jaringan siber internasional yang menawarkan pembuatan rekening ke masyarakat dan mengirimkan data tersebut ke Kamboja untuk aktivitas ilegal, termasuk judi online dan penggelapan pajak.
Modus para pelaku tergolong rapi dan sistematis. Mereka menyasar warga biasa, menawarkan uang Rp300 ribu hingga Rp500 ribu sebagai imbalan atas data KTP dan KK, serta pembuatan rekening bank. Rekening yang berhasil dibuka akan mendapatkan bayaran tambahan hingga Rp1 juta. Semua data dikirim dalam bentuk digital ke luar negeri.
Adapun 6 tersangka yang diamankan berinisial CP selaku pemimpin sindikat, SP sebagai admin, RH (42), NZ (20), FO (24), dan PF (30), masing-masing sebagai marketing dan perekrut warga untuk membuka rekening.
“Tersangka CP ini merupakan otaknya, sudah beraksi sejak September 2024 kemudian merekrut 1 orang lainnya sebagai admin dan 4 sebagai marketing,” ungkap Direktur Reserse Siber Polda Bali, Kombes Pol Ranefli Dian Candra dalam konferensi pers, Rabu (9/7).
Menurut hasil pemeriksaan, CP mengaku bahwa semua data dikirim ke seseorang berinisial M yang diyakini berada di Kamboja. Jaringan ini dikendalikan oleh dua sosok lain yakni AWM yang mengkoordinasi dari luar negeri, dan S, yang disebut sebagai otak utama dan kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dari lokasi penggerebekan, polisi menyita barang bukti berupa 15 unit ponsel dengan aplikasi mobile banking aktif, 60 unit ponsel baru berbagai merek, Belasan tablet (Xiaomi, Huawei, Oppo), Puluhan kartu ATM dari bank nasional, dan Lima buku catatan manual berisi distribusi rekening.
Seluruh perangkat dikirim secara manual dari CP ke pihak di luar negeri. “Setiap rekening yang digunakan untuk transaksi ilegal memberi mereka pemasukan tetap per bulan,” kata Ranefli.
Penyelidikan sementara menunjukkan sindikat ini telah mengoperasikan lebih dari 200 rekening sejak September 2024. Selain dipakai untuk judi online, rekening-rekening ini juga digunakan dalam transaksi digital gelap dan penggelapan pajak tahunan.
Ranefli memastikan bahwa jaringan ini tidak berdiri sendiri. Polisi tengah menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk kemungkinan operasi lintas provinsi dan penggunaan jaringan perekrut yang lebih luas.
Para pelaku dijerat UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, khususnya Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (1). Mereka terancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.
“Penyalahgunaan data pribadi bukan sekadar pelanggaran, ini ancaman serius bagi kedaulatan data bangsa. Apalagi jika digunakan untuk kejahatan lintas negara,” tegas Ranefli. (*)