NASIONAL, BALINEWS.ID – Indonesia kembali menunjukkan taringnya di sektor pangan. Dalam laporan Food Outlook Biannual Report on Global Food Markets yang dirilis Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) per Juni 2025, Indonesia menempati posisi keempat sebagai produsen beras terbesar dunia. FAO memperkirakan produksi beras nasional periode 2025–2026 mencapai 35,6 juta ton.
Tak hanya dari sisi produksi, ketersediaan beras nasional juga menunjukkan angka yang menggembirakan. Hingga pertengahan Juni 2025, total cadangan beras pemerintah tercatat mencapai 4,15 juta ton. Jumlah ini terdiri atas 1,8 juta ton sisa impor tahun 2024 yang masih tersimpan di gudang Perum Bulog, dan 2,5 juta ton hasil penyerapan dalam negeri.
“Per hari ini, stok beras pemerintah berada di angka 4,15 juta ton. Dari jumlah itu, 2,5 juta ton merupakan hasil serapan dalam negeri,” ujar Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, Senin (23/6/2025).
Dalam daftar FAO, India memimpin dengan produksi 146,6 juta ton, diikuti China dengan 143 juta ton, dan Bangladesh di posisi ketiga dengan 40,7 juta ton.
Arief menambahkan, Bulog akan terus mengutamakan penyerapan beras dari petani lokal. Dengan cadangan yang memadai, impor belum menjadi opsi utama sepanjang tahun ini. Ia juga menyebut stok di beberapa daerah sudah sangat siap. “Di Sumatera Barat, misalnya, stok kita mencapai 17.900 ton. Itu sangat cukup untuk stabilisasi,” jelasnya.
Namun di sisi lain, pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) masih terganjal karena Anggaran Belanja Tambahan (ABT) dari Kementerian Keuangan belum cair. Padahal Bapanas sempat menargetkan program ini mulai digulirkan akhir Juni.
“Kami mencatat, harga beras di sejumlah wilayah mulai naik antara 5 sampai 10 persen. Karena itu, kami menunggu kepastian ABT untuk segera bisa melakukan intervensi pasar,” tegas Arief.
Ke depan, Arief berharap penganggaran untuk program pangan nasional, termasuk SPHP dan bantuan pangan, dapat dimasukkan dalam rencana awal tahun. Dengan begitu, distribusi bantuan tidak lagi bergantung pada persetujuan anggaran tambahan. (*)