GIANYAR, BALINEWS.ID – Pertamina, sebagai pembina UMKM Ethneeq di Gianyar, Bali, mempunyai program inspiratif. Seragam bekas karyawan yang selama ini menjadi sampah bahkan limbah, disulap menjadi tas cantik nan menawan. Melalui seleksi ketat, Etneeq terpilih dari ribuan UMKM binaan Pertamina di Indonesia untuk menjadi pilot project program cinta lingkungan tersebut.
Dian Susanti, pemilik Ethneeq mengatakan, apa yang dilakukan oleh Pertamina adalah niat baik untuk menjaga kelestarian bumi.
“Agar kita tidak hanya memakai barang, tetapi juga bisa bertanggung jawab terhadapnya. Selama ini pakaian bekas menjadi persoalan pada banyak negera di dunia, tidak hanya di Indonesia,” katanya pada Selasa (18/2/2024).

Tidak berhenti disitu. Ethneeq mengajukan tawaran kepada Pertamina untuk memberi kesempatan kepada para penyandang disabilitas untuk ikut bekerja pada project ini. Bekerja sama dengan D-Network, organisasi penyalur antara perusahaan dan penyandang disabilitas dan satu yayasan lainnya, tiga orang penyandang disabilitas mengikuti pelatihan pada 18-21 Februari 2024, bertempat di Jalan Batuyang Gang Betet, Batubulan, Gianyar yang juga sebagai tempat produksi Ethneeq.
“Saya salut meskipun mereka memiliki keterbatasan, semangat mereka untuk belajar sangat saya kagumi dan hargai. Dengan bekerja, penyandang disabilitas bisa membuktikan bahwa punya kemampuan sama orang kebanyakan,” pungkas Dian Susanti.
Keterampilan utama dari project ini menjahit, juga memilah seragam bagi penyandang disabilitas yang belum bisa menjahit.
“Niat baik, itu yang menjadi penekanan kami. Pertamina memberi contoh mulia tak hanya tentang inovasi hijau tapi juga kepedulian terhadap penyandang disabilitas,” imbuh Dian Susanti
Terdapat dua orang penyandang disabilitas fisik dan satu penyandang disabilitas mental untuk tahap awal yang lolos seleksi untuk bekerja pada project pengolahan limbah seragam bekas karyawan Pertamina ini.

I Gede Kartika Wiguna, penyandang disabilitas mental yakni seorang penyintas skizofrenia saat ditemui usai pelatihan hari pertama mengatakan, dirinya sangat senang bisa ikut pelatihan kerja tersebut. Ia sendiri bergiat di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) simpul Bali dan dikenal sebagai pegiat isu kesehatan mental.
“Program ini memberi kesempatan bagi penyandang disabitas untuk berkreativitas. Ini hal baru bagi saya dan merupakan kesempatan untuk mengembangkan diri. Selain itu, program ini juga untuk mengikis stigma penyandang disabilitas mental yang selama ini dipandang sebelah mata,” ujar pemuda yang akrab dipanggil Dedika.