GIANYAR, BALINEWS.ID – Semangat gotong royong bergema di Wantilan Pura Dalem Guwang, Sukawati, Gianyar, Minggu (28/6/2025), dalam gelaran Parade Ngelawar Se-Bali bertajuk “Resep Mustika Rasa.” Sebanyak 47 kelompok dari kabupaten dan kota di Bali hadir dengan kompak meracik hidangan legendaris yakni lawar.
Acara ini diinisiasi oleh komunitas Teman Parta bersama Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Nyoman Parta, sebagai bagian dari pelestarian kuliner dan budaya lokal. Parta mengaku terkejut sekaligus bangga karena target awal yang hanya 30 peserta justru meningkat menjadi 47 kelompok dari seluruh Bali.
“Lawar adalah jati diri orang Bali. Dari rasa, teknik, hingga nilai spiritualnya, semua punya cerita. Kita ingin anak muda tahu, ini bukan sekadar makanan, tapi simbol budaya,” ucap Parta.
Setiap peserta membawa bahan dari rumah dan meracik langsung di lokasi. Beragam kreasi lawar pun muncul, dari lawar plek khas Gianyar, lawar timbul, hingga yang paling unik seperti lawar rotan dari Jembrana.

Penilaian dilakukan oleh juri profesional, termasuk Chef Ron dan Chef Manik, yang tidak menilai untuk menentukan juara, melainkan untuk mengapresiasi kreativitas, rasa, dan pelestarian nilai budaya. Parade ini juga dirangkaikan dengan perayaan Bulan Bung Karno, menghidupkan kembali koleksi resep legendaris dari buku “Mustika Rasa” yang dihimpun dari berbagai daerah di Indonesia atas prakarsa Presiden Soekarno.
“Ini adalah bagian dari konservasi budaya, agar anak cucu kita tidak lupa seperti apa lawar Bali sebenarnya. Harapannya, lawar bisa diangkat sebagai kuliner Nusantara yang membanggakan,” tambah Parta.
Ketua Umum Teman Parta , Ngakan Made Putra, membagikan kisah menarik tentang lawar dari buku berjudul “Kupu-Kupu Kuning Terbang di Selat Lombok”. Di balik irisan kelapa, darah segar, dan rempah base genep yang menyatu dalam semangkuk lawar, tersimpan cerita sejarah dan nilai filosofi yang begitu dalam.
“Konon pada tahun 1692, saat Kerajaan Karangasem bersiap menyerbu Lombok, para patih membuat adonan makanan bersama dari kelapa yang dicampur base genep dan darah segar. Dari saat itu, muncul bahwa lawar itu identik dengan darah segar,” ungkap Kande.
Darah segar dalam lawar, lanjutnya, memiliki makna tersendiri. Tak hanya sebagai unsur rasa, tetapi juga untuk menanamkan keberanian pada prajurit agar tak gentar melihat darah dalam pertempuran.
Suasana semakin meriah dengan penampilan penyanyi Agung Ketut Rai yang membawakan lagu-lagu Bali penuh semangat, menyatukan peserta dan penonton dalam harmoni kebersamaan. Inilah bentuk pelestarian yang sejati, dari dapur komunitas hingga panggung budaya. Melalui parade lawar ini, Bali menunjukkan bahwa tradisi terutama kuliner harus terus dihidupi, dibagikan, dan dirayakan. (*)