GIANYAR, BALINEWS.ID – Praktik pemanfaatan areal pura untuk aktivitas berjualan kembali menjadi sorotan tajam di Bali. Kali ini, kritik keras datang dari Jero Mangku Dalang Samirana, seorang seniman dan tokoh spiritual terkemuka asal Banjar Sengguan Kangin, Kelurahan Gianyar. Ia mengecam keras aktivitas dagang yang terlalu dekat dengan pura, menilai bahwa hal tersebut mencederai kesucian pura dan nilai-nilai luhur ajaran Hindu.
Menurut Jero Mangku Dalang, penempatan kios atau lapak dagang di area pura, apalagi yang berdempetan dengan tembok penyengker, jelas mengabaikan konsep Tri Hita Karana dan tatanan kesucian ruang sakral dalam struktur pura.
“Kesucian pura tidak hanya dijaga lewat upacara, tetapi juga dari tata kelola fisik dan fungsinya,” tegas Jero Mangku Dalang saat ditemui di kediamannya pada Sabtu (21/6). “Dalam konsep Tri Mandala, setiap bagian pura memiliki fungsi spiritual yang tak boleh dilanggar. Nista Mandala untuk pemedek, Madya Mandala untuk persembahan, dan Utama Mandala sebagai tempat Ida Bhatara berstana. Bagaimana mungkin tempat seperti itu justru diubah layaknya pasar?”
Ia memberikan contoh nyata di Pura Dalem yang diempon oleh Desa Adat Gianyar dan Beng. Menurutnya, tanpa sepengetahuan krama desa, sejumlah kios dibangun sangat dekat dengan areal suci. “Sudah mepet tembok penyengker, malah digunakan untuk aktivitas jual beli. Ini jelas melanggar nilai-nilai kesakralan dan kearifan lokal,” kritiknya.
Jero Mangku Dalang juga menekankan pentingnya keterbukaan dan komunikasi yang transparan dari para prajuru desa adat dalam setiap kebijakan terkait pengelolaan pura atau desa adat. Segala bentuk kegiatan, termasuk penggalian dana melalui pemanfaatan lahan pura, seharusnya dibicarakan terlebih dahulu melalui paruman atau musyawarah krama banjar.
“Jangan sampai krama merasa seperti pepatah Bali: pedas tan tumon, dilihat tapi tak melihat. Mereka tahu, tapi tak benar-benar tahu karena tidak dilibatkan sejak awal. Ini berpotensi menimbulkan disharmoni di tengah masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pihaknya mendukung upaya penggalian dana untuk kepentingan pura dan masyarakat adat. Namun, hal itu tidak boleh mengorbankan kesucian tempat suci. Jero Mangku Dalang juga mengingatkan agar semua pihak belajar dari peristiwa serupa di tempat lain, seperti yang terjadi di Songan, Bangli, demi menjaga kehormatan tempat suci.
“Saya menyampaikan ini bukan karena benci atau menentang. Tapi semata-mata karena suara hati saya sebagai seorang seniman dan penekun spiritual,” tutupnya. (bip)