NASIONAL, BALINEWS.ID – Pemerintah menargetkan penerapan kebijakan campuran etanol sebesar 10 persen (E10) pada bahan bakar minyak (BBM) dapat terealisasi dalam dua hingga tiga tahun ke depan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut, program ini masih dalam tahap pembahasan dan uji coba guna memastikan kesiapan secara menyeluruh sebelum diterapkan secara mandatori.
“Saat ini masih dalam tahap pengujian. Kalau hasilnya sudah dinyatakan baik dan aman, baru kita jalankan. Jadi targetnya sekitar dua sampai tiga tahun dari sekarang,” ujar Bahlil di Sarinah, Jakarta, Selasa (7/10/2025), dikutip Kompas.
Saat ini, Pertamina baru menerapkan campuran etanol sebesar 5 persen (E5) pada produk Pertamax Green 95. Bahlil menjelaskan, pengembangan etanol sebagai campuran bensin akan mengikuti pola yang sama dengan program mandatori biodiesel, yang telah sukses diterapkan secara bertahap dari B15 hingga B40, dan direncanakan mencapai B50 pada 2026.
“Program E10 ini mengacu pada keberhasilan biodiesel. Dari situ kita mulai membangun tahapan menuju E10 untuk bensin,” jelasnya.
Menurut Bahlil, penerapan E10 membutuhkan waktu karena perlu dukungan ekosistem yang kuat. Pemerintah kini menyiapkan lahan untuk tanaman bahan baku seperti tebu, jagung, singkong, dan sorgum. Selain itu, dua pabrik industri etanol juga akan dibangun—masing-masing berbahan baku singkong dan tebu.
“Tebu kemungkinan besar di Merauke, sementara pabrik etanol berbahan singkong masih dalam tahap pemetaan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bahlil menegaskan pengembangan bioetanol bertujuan menekan ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan bakar dan sekaligus mengurangi emisi karbon. “Kita ingin kurangi impor minyak dan beralih ke energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan,” katanya.
Langkah ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah dalam mendorong transisi energi menuju penggunaan bahan bakar berkelanjutan di masa mendatang. (*)