Desak Reformasi OSS RBA, Koster: Investasi Harus Sinkron Dengan Karakteristik Bali

Share:

Gubernur Bali, Wayan Koster. (Foto: Istimewa)
Gubernur Bali, Wayan Koster. (Foto: Istimewa)

DENPASAR, BALINEWS.ID – Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan perlunya reformasi sistem perizinan berusaha berbasis risiko (OSS RBA) agar lebih sinkron dengan kondisi dan karakteristik daerah, khususnya Bali yang padat investasi dan memiliki struktur sosial-budaya yang unik.

Hal itu disampaikan Koster saat memimpin rapat koordinasi evaluasi OSS RBA bersama Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra, Dinas PMTSP Kabupaten/Kota se-Bali, dan Tim Pengkaji Regulasi OSS di Ruang Rapat Kertasabha, Jayasabha, Denpasar, Rabu (8/10). Rapat tersebut membahas berbagai persoalan implementasi OSS, mulai dari ketidaksinkronan norma pusat dan daerah, lemahnya verifikasi izin, hingga dampaknya terhadap kemandirian ekonomi masyarakat Bali.

Gubernur Koster menilai akar masalah OSS RBA ada pada ketidakharmonisan norma antara regulasi pusat dan daerah. “Norma yang diatur di PP dan undang-undang pusat berlaku umum, padahal di bawah kita punya perda RTRW dan RDTR yang seharusnya jadi acuan utama. Akibatnya, izin usaha bisa keluar meskipun melanggar tata ruang,” tegas Koster.

BACA JUGA :  Pencuri Asal Lombok Gasak Satu Dus Bir di Warung Madura, Begini Modusnya

Ia menilai sistem perizinan yang sepenuhnya otomatis telah menghilangkan peran pemerintah daerah. Bahkan izin bagi Penanaman Modal Asing (PMA) bisa terbit tanpa verifikasi kabupaten/kota.

“Dengan modal hanya 10 miliar, banyak investor asing leluasa masuk. Padahal angka itu sering hanya tercatat di atas kertas. Praktiknya di bawah 1 miliar, tapi mereka sudah menguasai jenis-jenis usaha rakyat,” ujarnya.

Koster mencontohkan, di Kabupaten Badung saja lebih dari 400 orang asing memiliki usaha rental kendaraan, belum termasuk usaha bahan bangunan dan kuliner yang berdiri di lahan milik warga lokal. “Kalau dibiarkan, pelaku luar akan membanjiri sektor ekonomi kita. Ruang usaha anak-anak Bali diambil, ekonomi rakyat akan lumpuh,” katanya.

Koster menyoroti lemahnya pengawasan daerah yang berdampak langsung pada pelanggaran tata ruang. “Kewenangan kabupaten/kota terbatas, RDTR banyak yang belum lengkap. Akibatnya, izin bisa terbit di kawasan yang seharusnya dilindungi,” ujarnya.

BACA JUGA :  Waspada Efek Doomscrolling: Kecanduan Baca Konten Negatif di Media Sosial

Ia juga menyinggung maraknya minimarket berjaringan yang berdiri berderet di kawasan padat penduduk. “Coba lihat, di satu jalan bisa tiga sampai empat minimarket berdampingan. Kalau ini terus dibiarkan, warung kecil dan usaha lokal kita akan mati semua,” kata Koster.

Menurutnya, kondisi ini merupakan akibat langsung dari norma OSS yang seragam secara nasional, tanpa memperhatikan kondisi daerah yang padat investasi seperti Bali. “Bali tidak bisa dipukul rata dengan daerah lain. Kita harus naik kelas, butuh norma yang berbeda dan kewenangan yang lebih besar di daerah,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra menambahkan, akar persoalan OSS RBA juga terletak pada hilangnya verifikasi dokumen dan verifikasi faktual dalam proses izin. “Sekarang izin bisa keluar hanya dengan surat pernyataan, tanpa pembuktian. Tidak ada verifikasi modal, lokasi, atau kelengkapan dokumen. Semua berjalan otomatis,” jelas Dewa Indra.

BACA JUGA :  Desa Keliki di Tegallalang Kelola Sampah Organik, Kompos Sokong Lahan Pertanian

Ia menyebut banyak izin pariwisata keluar tanpa pengawasan, bahkan bangunan berdiri di sempadan sungai dan pantai. Ironisnya, sektor pariwisata yang jelas berisiko tinggi justru diklasifikasikan sebagai risiko rendah dalam sistem OSS. “Seharusnya sektor pariwisata di Bali dikategorikan risiko tinggi. Kalau izinnya terlalu mudah, dampaknya sangat besar terhadap lingkungan dan masyarakat,” tegasnya.

Baik Gubernur Koster maupun Sekda Dewa Indra sepakat bahwa ambang batas modal PMA sebesar Rp10 miliar sudah tidak relevan untuk Bali. “Bagi Bali yang nilai ekonominya tinggi, angka 10 miliar itu terlalu rendah. Kita usulkan dinaikkan menjadi 100 miliar agar investor asing yang masuk benar-benar berkualitas,” ujar Koster.

Ia menambahkan, selama ini modal tersebut jarang terealisasi. Banyak izin hanya formalitas administratif tanpa realisasi lapangan. “Inilah yang membuat investasi asing membanjiri sektor kecil yang seharusnya menjadi ruang hidup pelaku lokal,” katanya.

Tag

Catatan: Jika Anda memiliki informasi tambahan, klarifikasi, atau menemukan kesalahan dalam artikel ini, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email atau melalui kontak di situs kami.

guest
0 Comments
Newest
Oldest
Inline Feedbacks
View all comments

Baca Lainnya

SEMARAPURA, BALINEWS.ID – Luh Komang Ari Ayu Ningrum kembali terpilih sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Klungkung periode...
VIRAL, BALINEWS.ID - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terus menjadi pusat perhatian publik sejak resmi menjabat menggantikan Sri...
NASIONAL, BALINEWS.ID - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa pemerintah masih mengkaji keputusan terkait kenaikan Upah...
NASIONAL, BALINEWS.ID - Kementerian Keuangan mengungkapkan total utang pemerintah per Juni 2025 mencapai Rp9.138 triliun, terdiri dari Rp1.157...

Breaking News

Berita Terbaru
IWO
GPS
MDA
SMA
AS
LSD
GWK
BBM
P3K
BSU
DLH
OTA
CSR
BK
HIV
ABK
Teh
LPG
SIM
PNS
NTT
STT
PBB
PON
Bir
PMI
DIY
SBY
BCL
Art
SMP
PAW
IKN
PHK
NIK
USG
Pil
ATM
atv
DPR
AHY
kos
PSN
IU
PKB
ASN
KPK
BNN
PAD
TKP
KAI
SEO
BSN
Tas
lpd
5km
Run
Sar
UKT
tni
bkk
PLN
api
KTP
KEK
MoU
Kue
WNA
PMK
BPS