DENPASAR, Balinews.id – Polemik mengenai kewenangan Majelis Desa Adat (MDA) Bali kembali mencuat. Kali ini, Jro Bendesa Adat Batuyang, Guru Made Sukarta, langsung mengunjungi Gedung DPRD Provinsi Bali untuk menyerahkan surat aspirasi yang berisi tuntutan agar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat segera disempurnakan dan direvisi.
Guru Made Sukarta membawa aspirasi dari masyarakat adat Batuyang, yang menyoroti adanya ketidakjelasan mengenai dasar hukum dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) MDA, terutama pada Pasal 49 ayat 2, yang menyebutkan bahwa sebagian kewenangan Desa Adat telah diserahkan kepada MDA.
“Kami awalnya ingin bertemu langsung dengan Ketua DPRD Bali, serta Ketua Komisi I dan Komisi IV. Namun karena mereka sedang melakukan tugas luar, surat aspirasi ini diterima oleh Bagian Umum Sekretariat DPRD Bali untuk diteruskan kepada pimpinan dewan,” ungkap Guru Made Sukarta pada Jumat (18/7/2025).
Menyoal Dasar Hukum Penyerahan Kewenangan
Dalam surat tersebut, Guru Made dengan tegas mempertanyakan dasar hukum yang digunakan untuk mengklaim penyerahan kewenangan sebagian Desa Adat kepada MDA.
“Pasal 49 ayat 2 jelas menyebutkan bahwa sebagian kewenangan diserahkan oleh Desa Adat kepada MDA. Tapi, dasar hukum apa yang mendasari ini? Apakah ada perjanjian resmi seperti Memorandum of Understanding (MoU) antara bendesa adat dan MDA? Saya rasa tidak ada,” katanya dengan tegas.
Ia menilai ketentuan tersebut sebagai langkah yang merusak hak otonomi Desa Adat yang telah ada dan berjalan selama ini di Bali.
“Itulah yang kami sebut sebagai pembajakan otonomi Desa Adat. Desa Adat selama ini sudah mampu mengatur urusan internalnya sesuai dengan adat dan tradisi. Lalu kenapa harus diatur dengan AD/ART yang dibuat sepihak tanpa melibatkan bendesa adat?” tambahnya.
Desakan Agar DPRD Bali Menjalankan Hak Legislasinya
Dengan surat aspirasi tersebut, Bendesa Batuyang berharap agar DPRD Bali menggunakan hak legislatifnya untuk segera meninjau ulang Perda 4/2019 dan melakukan pengawasan terhadap AD/ART MDA yang kini menjadi bahan polemik.
“Kami berharap, Ketua Dewan dan Komisi terkait bisa membuka ruang diskusi untuk membahas kembali Perda ini, serta merevisi pasal-pasal yang bisa memperlemah Desa Adat,” tuturnya. (*)