GIANYAR, BALINEWS.ID – Komitmen Neka Art Museum dalam pelestarian budaya kembali ditegaskan lewat forum diskusi bertajuk “Indonesian Wave versus Global Wave in Cultural Industry”, yang digelar sebagai bagian dari gerakan INDONESIAN WAVE – Jelajah Negeri, Budaya Bersemi. Inisiatif ini bertujuan memperkuat kesadaran generasi muda akan nilai, akar, dan potensi budaya Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi.
Forum ini menjadi ruang strategis dan reflektif untuk menggali identitas budaya nasional serta merumuskan pendekatan yang relevan dalam mengangkat budaya lokal sebagai kekuatan yang dapat bersaing di panggung internasional. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Art-CultureONAMe yang mengusung tema besar Jelajah Negeri, Budaya Bersemi.
Diselenggarakan di Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali—yang dikenal sebagai pusat kebudayaan Indonesia—forum ini telah berlangsung sejak Februari 2025 dan menjadi bagian dari rangkaian kegiatan kebudayaan yang berkelanjutan. Acara ini diinisiasi oleh Neka Art Museum bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan, Dana Indonesiana, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dr. Pande Made Kardi Suteja, Sp.U, mewakili Neka Art Museum, menyampaikan komitmen museum dalam menyediakan ruang dialog budaya demi memperkuat posisi budaya Indonesia di tengah arus global. “Museum kami dengan senang hati menjadi tuan rumah forum ini. Budaya harus terus hidup, berkembang, dan dibicarakan,” ujarnya.
Forum ini turut menghadirkan berbagai tokoh lintas bidang—seniman, akademisi, budayawan, hingga masyarakat umum. Salah satu narasumber, budayawan nasional Tubagus Andre Sukmana, menekankan pentingnya inovasi dan keterlibatan generasi muda dalam pelestarian budaya.
“Yang kita perlukan adalah generasi muda yang sadar akan akar budayanya dan tidak alergi terhadap budaya asing. Kuncinya adalah memiliki filter dan rasa bangga terhadap budaya sendiri,” tegas Tubagus.
Hal senada disampaikan moderator forum Benito Lapulalan, yang menyoroti pentingnya pembinaan budaya dari hulu ke hilir—mulai dari pelaku seni, museum, sanggar, hingga data budaya lokal yang kerap terabaikan. Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia kini memiliki payung hukum pemajuan kebudayaan yang perlu dimanfaatkan secara optimal.
Di era digital, ketika arus budaya asing dengan cepat masuk lewat media sosial, hiburan, dan gaya hidup, budaya lokal kian terpinggirkan. Forum ini hadir sebagai respons atas kegelisahan tersebut, sekaligus menumbuhkan harapan akan pentingnya menjadikan budaya sebagai identitas dan kekuatan bangsa.
Gerakan INDONESIAN WAVE tak sekadar program, melainkan sebuah seruan kolektif untuk kembali “menjelajah negeri”—mengenal, mencintai, dan memelihara budaya sebagai inspirasi masa depan. Budaya Indonesia tidak boleh hanya menjadi artefak museum, tapi harus hidup dan mengakar di tengah masyarakat.
Forum ini juga mengedepankan prinsip inklusivitas, melibatkan semua lapisan masyarakat: dari anak muda, lansia, hingga penyandang disabilitas. Melalui lokakarya dan diskusi lintas sektor, masyarakat diajak kembali terhubung dengan akar budayanya—menjadikan budaya sebagai soft power Indonesia, seperti halnya fenomena K-pop yang sukses di panggung global. (bip)