NASIONAL, BALINEWS.ID – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, I Nyoman Parta, menekankan pentingnya prinsip demokrasi ekonomi sebagai landasan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian. Menurut Parta, tidak terlihat adanya perubahan signifikan antara RUU Perkoperasian yang lama dengan yang baru, khususnya dalam menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan koperasi ke depan.
Dalam rapat pleno presentasi Tim Ahli mengenai RUU Perkoperasian di Jakarta pada Rabu (19/3/2025), Parta menyatakan bahwa koperasi di Indonesia saat ini banyak menghadapi berbagai masalah, mulai dari citra negatif yang menyatakan koperasi hanya menjadi tempat bagi orang-orang yang kesulitan mengakses kredit perbankan hingga munculnya penyimpangan-penyimpangan dalam praktik koperasi.
“Saat ini, koperasi seolah-olah hanya menjadi milik satu atau dua orang saja, dan anggotanya kehilangan kekuasaan. Ini yang harus dibedakan dalam penyusunan RUU baru, koperasi harus lebih progresif dan kuat,” tegasnya.
Parta menjelaskan bahwa banyak koperasi yang telah beralih menjadi entitas seperti bank, yang akhirnya tidak lagi mengutamakan anggota sebagai pemilik, melainkan sebagai nasabah biasa. Hal ini menyebabkan hubungan antara anggota dan koperasi menjadi terbatas hanya pada transaksi simpan pinjam, tanpa peduli apakah koperasi tersebut sehat atau tidak.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar koperasi yang telah beralih menjadi praktik perbankan sebaiknya tidak lagi dikategorikan sebagai koperasi, melainkan diubah statusnya menjadi perseroan terbatas yang dimiliki oleh koperasi.
Menceritakan pengalaman saat mengunjungi koperasi di luar negeri, Parta mengungkapkan bahwa koperasi di negara-negara seperti Swiss, Malaysia, dan Filipina berkembang pesat meskipun mereka tidak memiliki kementerian koperasi.
“Ini adalah ironi, Indonesia memiliki pasal 33 dalam UUD 1945, dimana disebutkan perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Lalu, kita punya sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, bahkan punya Menteri Koperasi. Namun disini koperasinnya banyak yang rapuh, tidak berkembang dan ekonominya dikuasai oligarki,” tuturnya.
Politisi PDIP ini menekankan bahwa perubahan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sangat dibutuhkan, apalagi mengingat UU tersebut telah berusia 33 tahun. RUU yang baru harus dapat memberikan arah yang jelas untuk mewujudkan demokrasi ekonomi, yang akan berkontribusi pada tercapainya kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Demokrasi ekonomi adalah kunci untuk membentuk koperasi yang kuat dengan karakter, dari oleh, dan untuk anggota, sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa. Tanpa prinsip ini, koperasi tidak akan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” pungkasnya.
Dengan penyusunan RUU Perkoperasian yang progresif, Parta berharap koperasi Indonesia bisa lebih kuat dan lebih memberikan manfaat bagi anggota serta masyarakat luas. (*)