BULELENG, Balinews.id – Mengejutkan! Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Buleleng mengungkap fakta mencengangkan terkait kemampuan literasi siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di wilayah tersebut.
Diungkapkan sebanyak 155 siswa teridentifikasi tidak bisa membaca sama sekali, sementara 208 siswa lainnya dinyatakan tidak lancar membaca. Dengan demikian, total terdapat 363 siswa SMP di Buleleng yang menghadapi kendala dalam kemampuan membaca.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Disdikpora Kabupaten Buleleng, Putu Ariadi Pribadi, hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Menurutnya, metode pembelajaran dalam jaringan (daring) selama pandemi COVID-19 menjadi salah satu pemicu utama. Selain itu, faktor lain seperti disleksia, disabilitas, rendahnya motivasi belajar siswa, serta kurangnya dukungan maksimal dari orang tua juga turut berkontribusi.
“Penyebabnya lebih banyak karena semangat motivasi belajar anak yang rendah, termasuk dukungan orang tua sehingga tidak mendapat pendampingan maksimal. Kalau dari disleksia atau difabel ada, tapi persentasenya kecil,” jelas Plt. Kadis Ariadi.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna, meminta agar Disdikpora dapat memberikan pendampingan khusus bagi siswa yang mengalami kesulitan membaca, serta mengeluarkan instruksi terkait pembatasan penggunaan smartphone di lingkungan sekolah.
Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, I Made Sedana, turut memberikan pandangannya terkait persoalan ini. Ia menilai bahwa tingginya angka siswa yang belum bisa dan tidak lancar membaca merupakan indikasi rendahnya literasi di kalangan anak-anak.
Menurut data yang didapatkan, selain faktor motivasi belajar para siswa yang rendah, saat ini anak-anak atau para siswa saat ini lebih senang bermain game yang justru tidak mengedukasi.
Faktor anak-anak yang suka main handphone dan kecanduan media sosial dan itu sangat berpengaruh kepada tingkat pembelajaran siswa dan bahkan ada siswa yang tidak bisa menulis di buku pelajaran.
Made Sedana menyarankan agar Disdikpora melakukan mapping awal untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik setiap siswa, termasuk kemungkinan adanya siswa dengan kebutuhan khusus. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya mencermati pola mengajar guru, apakah beban administrasi yang tinggi justru membuat guru kurang optimal dalam memberikan pengajaran yang efektif. (*)