GIANYAR, BALINEWS.ID – Prof. Dr. I Wayan Dibia, M.A., maestro tari asal Bali, dikenal luas sebagai salah satu seniman paling berpengaruh dalam perkembangan seni pertunjukan Nusantara, khususnya seni tari Bali. Lahir di Singapadu, Gianyar, 12 April 1948, Dibia meraih gelar guru besar di bidang koreografi dari Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar pada tahun 1999.
Nama Wayan Dibia lekat dengan pembaruan dalam seni tari Bali, termasuk dalam genre tari kecak yang ia kembangkan melalui karya-karya monumental seperti Kecak Subali dan Sugriwa (1976) serta Kecak Dewa Ruci (1982). Salah satu kolaborasi internasionalnya yang menonjol adalah “The Body Tjak” (1990), yang ia ciptakan bersama seniman Keith Terry, dan mendapat perhatian luas di berbagai negara.
Dibia juga dikenal sebagai pencipta berbagai tari kreasi yang kini menjadi bagian penting dari repertoar seni pertunjukan Bali, di antaranya Tari Manuk Rawa (bersama I Wayan Beratha, 1981), Puspa Wresti, dan Wirauda. Karya-karyanya tidak hanya ditampilkan di dalam negeri, tetapi juga di berbagai panggung internasional.
Kontribusinya terhadap pertukaran budaya antara Indonesia dan India mendapat pengakuan tinggi. Ia menerima penghargaan bergengsi Padma Shri Award dari Pemerintah India pada tahun 2021, menjadikannya salah satu seniman Indonesia yang diakui di tingkat global. Penampilan perdananya di India terjadi pada 1969, ketika ia membawakan Tari Hanoman.
Selain mencipta dan menari, Prof. Dibia juga merupakan penulis produktif yang telah menghasilkan sejumlah buku penting di bidang seni pertunjukan Bali. Beberapa karyanya yang banyak dirujuk antara lain “Dramatari Gambuh dan Tari-Tarian yang Hampir Punah di Beberapa Daerah di Bali” (1979), “Kecak, the Vocal Chant of Bali” (2000), dan “Balinese Dance, Drama, and Music: A Guide to the Performing Arts of Bali” (2012).
Karya-karya terbarunya juga terus memperkaya khasanah pengetahuan tentang seni Bali, seperti “Tari Komunal” (2015), “Kecak: Dari Ritual ke Teatrikal” (2017), “Arja Anyar” (2017), dan “Tari Barong Ket: Dari Kebangkitan Menuju Kejayaan” (2018). Tak hanya buku ilmiah dan esai, ia juga aktif menulis karya sastra. Pada 2021, ia menerbitkan lima buku puisi berjudul “Puitika Tari” serta sejumlah buku puisi berbahasa Bali, termasuk “Kali Sengara”, yang pada 2023 meraih Anugerah Sastra Rancage dari Yayasan Kebudayaan Rancage.
Pada 2023, ia juga menerbitkan novel berjudul “Bintang Panggung”, yang mengangkat dunia para penari dalam narasi fiktif, menambah kontribusinya di bidang sastra naratif.
Atas seluruh dedikasinya dalam bidang seni dan budaya, Wayan Dibia dianugerahi Bali Jani Nugraha oleh Gubernur Bali pada 2022. Penghargaan ini menegaskan posisinya sebagai salah satu tokoh penting dalam pelestarian dan pengembangan seni Bali kontemporer.
Prof. I Wayan Dibia adalah simbol dari semangat inovasi dalam tradisi. Ia berhasil menjembatani nilai-nilai klasik dengan pendekatan modern, tanpa kehilangan akar kebudayaan Bali. Warisannya tak hanya hidup dalam gerak tari, tapi juga dalam kata dan pemikiran yang ia tuangkan melalui puluhan buku dan karya seni lainnya. (bip)