GIANYAR, BALINEWS.ID – Suasana piodalan di Pura Griya Sakti Manuaba, Desa Kendran, Tegalalang, kini terasa lebih bersih dan tertata. Bukan tanpa sebab, Desa Adat Manuaba mengambil langkah bijak dengan menggandeng Yayasan Griya Luhu untuk mengelola sampah selama berlangsungnya upacara keagamaan tersebut.
Bagi Yayasan Griya Luhu yang berpusat di Beng, Gianyar, ini adalah kali pertama mereka berkolaborasi langsung dengan desa adat. “Kami sangat antusias bisa terlibat. Harapannya, ini menjadi langkah awal yang positif untuk menjaga kesucian pura dan lingkungan sekitar,” ujar Ni Wayan Eka, perwakilan yayasan, Rabu (7/5/2025).
Langkah nyata dimulai sehari sebelum piodalan. Tim dari Griya Luhu membagikan kantong sampah organik dan non-organik kepada para pedagang di sekitar pura, sembari memberikan edukasi pengelolaan sampah dari sumbernya. Setiap pagi selama piodalan, sampah yang sudah dipilah akan diangkut.
Menariknya, sampah seperti plastik, kaleng, dan botol akan dibawa ke gudang Griya Luhu untuk diolah. Bahkan, hasil daur ulangnya dinilai dan hasil penjualannya diserahkan kembali ke Desa Adat Manuaba. “Selain mengurangi sampah, ini juga bisa menjadi sumber dana tambahan untuk desa,” jelas Eka.
Jro Bendesa Desa Adat Manuaba, I Ketut Gambar, menegaskan bahwa upaya ini sejalan dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, yang mendorong pengelolaan sampah berbasis sumber. Menurutnya, desa adat punya tanggung jawab besar untuk menjaga lingkungan, terutama di area sakral seperti pura.
“Kami sudah menjalin kerjasama dengan desa dinas, tapi perlu juga dukungan dari pihak ketiga. Griya Luhu hadir dengan pengalaman mereka, dan ini jadi kolaborasi yang sangat kami apresiasi,” ujarnya.
Tak hanya itu, Desa Adat Manuaba kini tengah menyusun pembangunan Teba Modern—sebuah lubang kompos modern yang akan digunakan untuk mengolah sampah organik secara alami.
Ketua Baga Padruwen Desa Adat (BUPDA), Wayan Dumya, menjelaskan bahwa kompos yang dihasilkan akan digunakan untuk menyuburkan taman-taman dan pura di wilayah desa.
Pembangunan Teba Modern akan dilakukan bertahap, dimulai dari fasilitas umum seperti pura, bale banjar, hingga nantinya diharapkan setiap rumah tangga memiliki satu lubang kompos sendiri. “Target kami, dalam waktu tertentu, setiap keluarga sudah bisa mengelola sampah organiknya secara mandiri,” ujar Dumya.
Untuk mewujudkan semua ini, edukasi akan terus digencarkan. Griya Luhu akan menjadi motor penggerak bersama komunitas, pemerintah desa, dan lembaga lain. Tujuannya sederhana namun bermakna: menciptakan kesadaran bahwa sampah bukan sekadar limbah, tapi bisa menjadi berkah.
“Ketika masyarakat sadar bahwa sampah bisa memberi manfaat—baik untuk lingkungan maupun ekonomi—maka pengelolaan sampah bukan lagi beban, tapi jadi bagian dari gaya hidup,” tutup Dumya penuh harap. (bip)